Minggu, 23 September 2018

Teknologi Pemanfaatan Limbah Pakan


LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PAKAN TERNAK



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena karena berkat rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan semester praktikum Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakandengan baik dan tepat pada waktunyaPenulis  mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan ini, sehingga laporan ini dapat terselasaikan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam pembuatan laporan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua

                                                                            


                                                                            
                                                              Jambi,   Desember  2015


                                                                                 Penulis





i



DAFTAR ISI
                                                                  
Halaman   
KATA PENGANTAR..........................................................................                              
DAFTAR ISI..........................................................................................                          ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................              iii
DAFTAR TABEL.................................................................................                          iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................             1
         1.1 Latar Belakang..........................................................................              1 
          1.2 Tujuan dan Manfaat .................................................................             5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................                         6
BAB III MATERI DAN METODA.....................................................              9
          3.1 Waktu dan Tempat....................................................................            9
          3.2 Materi........................................................................................            9
          3.3 Metoda......................................................................................            10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................             13
            4.1 Mineral Blok............................................................................           13
            4.2 Pembuatan Warfer berbasis Limbah......................................             17
            4.3 Fermentasi Kulit Kakao dengan Tricoderma viride...............             21
BAB V PENUTUP.................................................................................              25
5.1 Kesimpulan.............................................................................             25
5.2 Saran.......................................................................................             25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
LAMPIRAN............................................................................................



iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 4.1.1 Mineral blok..........................................................................         14
Gambar 4.2.1. Pembuatan Wafer.................................................................         20
Gambar 4.3.1 Fermentasi tepung kulit kakao dengan Tricoderma viride....         22








iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1.1. Hasil Analisis Proksimat MB..................................................           14
Tabel 4.2.1. Hasil Pengamatan Wafer.........................................................           19
Tabel 4.2.2. Hasil Analisis Proksimat Wafer..............................................           21
Tabel 4.3.1. Hasil analisis Proksimat dan Van Soest Fermentasi kulit
                   Kakao........................................................................................          23





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Teknologi pakan ternak (ruminansia) meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas nutrisi pakan, meningkatkan daya cerna hewan ternak, dan dapat memperpanjang daya simpan bahan pakan tanpa harus mengurangi mutu secara berarti. Dilain pihak pengembangan teknologi pakan dari hijauan atau limbah pertanian secara aktif telah memberikan sumbangan nyata terhadap penurunan potensi limbah pertanian yang terbuang. Pengetahuan tentang bahan-bahan pakan dan pakan yang telah siap  dikonsumsi oleh ternak, masih terpaku pada pengadaan dan proses, namun belum lebih jauh pada mutu dari kandungan nutrisinya.
Hijaun dalam bidang peternakan sangat dibutuhkan dapat dikatakan bahwa kebutuhan untuk ternak ruminansia itu muklak. Dibidang peternakan dalam hal ini sangat dibutuhkan dalam pengembangan peternakan yang modern dan berkompeten untuk bersaing dalam mencukupi kebutuhan daging sesuai dengan visi Indonesia swsembada daging 2015.
Dalam upaya peningkatan produksi ternak harus seiring dengan peningkatan kualitas pakan hijauan. Karena pakan hijauan dapat  juga berfungsi sebagai Bulk dan juga sebagai sumber karbohidrat,protein,vitamin dan mineral.Untuk menjaga agar ketersediaan akan hijauan pakan ternak jangan sampai kekurangan maka salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan hijauan yang tumbuh secara alami.Pada sumber hijauan makanan ternak sesuai dengan kapasitas tampung terhadap jumlah ternak,disamping itu perlu adanya pembuatan kebun rumput yang menyediakan berbagai jenis hijauan yang berkualitas tinggi demi ketersediaan sumber hijauan yang mencukupi.
Hijauan makanan ternak merupkan kelompok tanaman yang unggul dan berkualitas, sebagai kebutuhan utama makanan ternak yang mengandungan nutrient (gizi-gizi) yang lebih efisien dan bermanfaat terhadap ternak. Hijauan makanan ternak berasal daripada 2 bagaian komunitas besar yaitu kelompok rumput-rumputan (Graminae) dan kacang-kacangan (Leguminosa). Dalam penentuan keberadaan hijauan makanan ternak terdapat pengaruh besar yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan daripada produktifitasnya yaitu system penanamannya. Hingga saat ini banyak para ahli ingin menngusahakan system penanaman hijauan makanan ternak yang lebih unggul dan efisien serta tidak mengandung unsur genetik yang rendah sebagai penyedia hijauan makanan ternak yang terbaik.
Jumlah bahan pakan hijauan yang relatif terbatas pada musim kemarau dibanding pada musim penghujan dan kualias bahan pakan hijauan dari hasil sisa pertanian yang kualitasnya rendah (tinggi kandungan serat kasar), maka diperlukan bahan pakan suplementasi yang dapat memperbaiki kondisi tersebut, sehingga ternak dapat memanfaatkan bahan pakan secara optimal untuk pertumbuhannya. Salah satu bahan pakan suplemen yang dapat diberikan kepada ternak dengan harga yang relatif terjangkau adalah UMB ( urea molasses block).
Urea molasses block (UMB) atau yang sering disebut peternak sebagai permen sapimerupakan bahan pakan tambahan yang mengandung nutrien yang tinggi dan mudah dicerna, berbentuk blok padat yang diberikan kepada ternak ruminansia yang biasanya ternak mengkonsumsinya sedikit demi sedikit dengan cara dijilati oleh ternak, pemberian UMB dimaksudkan untuk memberikan suplementasi kepada ternak rumniansia sehingga dapat memberikan asupan nurtien yang lebih baik kepada ternak terutama kepada ternak yang mengkonsumsi pakan basal hijaunan yang mengandung nurien yang rendah namun tinggi serat kasarnya. Menurut Agus (2000) UMB adalah adalah pakan tambahan( suplemen) untuk ternak ruminansia, yang berbentuk padat, kaya akan zat-zat makanan, terbuat dari bahan utama yang berupa molasses atau tetes tebu sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen ( protein), bahan-bahan pengisi dan penyerap air tetes tebu.
Wafer merupakan  salah satu bentuk pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dari bahan konsentrat dan hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Wafer pakan merupakan pakan alternatif sebagai pakan cadangan pengganti dari pakan hijauan bagi trnak ruminansia. Banyak pakan alternatif sebagai pengganti hijauan pada musim kering, tetapi wafer sayuran ini merupakan inovasi terbaru dalam pemanfaatan limbah pertanian yang berupa sampah sayur di pasar sebagai pakan ternak kambing, apabila dibiarkan akan mencemari lingkungan maka terdapat ide untuk memanfaatkan sampah menjadi keuntungan yaitu wafer limbah sayuran. kandungan sayur kaya akan serat. Dengan penerapan teknologi  pengolahan pakan seperti pencacahn rumput  dan atau limbah pertanian  yang diolah menjadi wafer dapat meningkatkan kualitas dan palatabilitas serta mempermudah pengangukan . Wafer merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan, terutama pada musim kemarau.
Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak pada ketidakpastian tatalaksana pakan dan kesehatan. Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Hal ini antara lain dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu yang berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Asalkan kita tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya serta tahu teknologi yang tepat pula untuk mengelolanya, agar lebih bermanfaat. Kendala utama dari pemanfaatan rumput dan atau limbah pertanian antara lain adalah pengangkutan, karena pada umumnya rumput atau limbah pertanian membutuhkan tempat yang luas untuk setiap satuan beratnya. Dengan penerapan teknologi pengolahan pakan seperti pencacahan rumput dan atau limbah pertanian yang diolah menjadi Roti /Wafer dan Burger untuk ternak dapat meningkatkan kualitas dan palatabilitas serta mempermudah pengangkutan. Wafer Pakan (Feed Wafer)        Roti/Wafer pakan merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan ternak, terutama pada musim kemarau.
Pakan ternak merupakan kebutuhan primer dalam dunia usaha ternak secara intensif dimana biaya pakan dapat mencapai 70 % dari total biaya produksi. Di Indonesia kebutuhan akan pakan masih mengandalkan produk impor sehingga jumlah impor pada setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Di pihak lain, indonesia memiliki bahan pakan lokal yang melimpah namun belum lazim digunakan. Salah satu diantaranya adalah lumpur sawit. Beberapa penelitian mengatakan bahwa lumpur sawit dapat digunakan sebagai pakan untuk ternak, namun kandungan serat kasar yang tinggi serta kecernaan gizi yang rendah, sehingga penggunaanya masih sangat terbatas. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan bahan pakan ini adalah melakukan proses fermentasi. Proses fermentasi dapat meningkatakan kadar protein, asam amino serta menurunkan kadar serat lumpur sawit. 
Pemanfaatan  limbah  pertanian sebagai  pakan  alternatif  adalah  salah  satu solusi  untuk  menanggulagi  kekurangan  pakan ternak .  Dengan  diversifikasi pemanfaatan  produk  samping  (by-product) yang  sering  dianggap  sebagai  limbah  (waste) dari limbah pertanian dan perkebunan menjadi pakan  dapat  mendorong  perkembangan agribisnis  ternak secara  integratif dalam  suatu  sistem  produksi  terpadu  dengan pola  pertanian  dan  perkebunan  melalui  daur ulang  biomas  yang  ramah  lingkungan. (Samadi, Yunasri Usmandan Mira Delima.,2010 ).Limbah pertanian terdiri dari aneka ragam jenis, dapat berupa limbah industri perkebunan seperti lumpur sawit, bungkil inti sawit, bungkil kelapa, limbah kakao atau limbah industri kecil seperti onggok, ampas sagu, ampas ubi, ampas tahu, dan lain-lain.
Pada ternak ruminansia umumnya limbah yang melimpah ini dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak tetapi tidak pada unggas. Kadar protein, daya cerna dan asam amino yang rendah serta serat kasar yang tinggi (hutagalung, 1978; yeong, 1982; Zamora  et al.,1989) biasanya menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan unggas. Untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai nutrisi pada limbah pertanian dibutuhkan suatu proses yang dapat mencakup proses fisik, kimiawi, maupun biologis antara lain teknologi fermentasi.
Teknologi fermentasi adalah proses penyimpanan substrat dalam keadaan anaerob dengan menambahkan mineral, menanamkan mikroba di dalamnya, dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu dan waktu tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizi terutama kadar protein dan menurunkan kadar serat. Penggunaan teknologi fermentasi untuk meningkatkan nilai gizi limbah pertanian sebagai sumber pakan alternatif dapat membantu pemecahan masalah kekurangan bahan pakan unggas dan permasalahan limbah yang tidak termanfaatkan.

1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari praktikum Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan yaitu: pada pembuatan mineral blok untuk menyediakan pakan suplemen mineral dan nitrogen yang murah bagi ternak ruminansia. Tujuan diadakanya praktikum wafer adalah untuk mengurangi keambaan pakan  dengan memanfaatkan limbah  dan diharpak dapat menjaga kontinuitas  ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau. Tujuan diadakannya praktikum fermentasi adalah untuk meningkatkan nilai gizi limbah pakan sebagai sumber pakan alternatif dapat membantu pemecahan masalah kekurangan bahan pakan ternak dan permasalahan limbah yang tidak termanfaatkan menggunakan kapang Trichoderma viride








BAB II
TINJAUAN PUSTAAKA


Coleman and lawrence (2000) menjelaskan tentang keuntungan pakan olahan adalah 1) mningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan. 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer. 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pakan sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar.
Coleman and Lawrance (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah 1)pemberian kepada ternak harus disesuaikan dengan kebutuhan agar ternak tidak mengalami kelebihan berat badan maupun gangguan pencernaan. 2) gudang penyimpanan wafer memerlukan area dan penanganan khusus untuk menghindari kelembapan udara. 3)pengolahan bahan pakan menjadi wafer membutuhkan biaya tambahan yang akan mempengaruhi biaya produksi.
Furqaanida (2004)kerapatan menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang dihasilkan dan menunjukkan kepadatan wafer ransum komplit dalam teknik pembuatannya.
Fermentasi adalah suatu proses anaerob (tanpa membutuhkan udara) dengan memanfaatkan campuran beberapa bakteri seperti mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik   dan lipolitik (Gunawan dan Muhamad, 2009). Nista et al. (2007) menambahkan bahwa kandungan air dalam proses fermentasi sangat penting karena berfungsi untuk menunjang siklus hidup mikroba baik dalam keadaan anaerobmaupun aerob. Kandungan air dalam jerami dalam proses fermentasi agar menghasilkan hasil yang optimal adalah 60.
Jayusmar (2000). Wafer ransum komplit adalah suatu produk pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disimpan berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan.
Lalitya (2004) ransum komplit yang terdiri dari campuran hijauan dan konsentrat dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan karena ternak tidak dapat memilih antara pakan hijauan dan konsentrat. Berdasarkan hal tersebut diharapkan dapat tercukupi nutrisinya.
Molasses merupakan komponen utama dalam pembuatan UMB. Molasses tidak mengandung serat kasar ataupun lemak dan tidak dapat digunakan secara bebas untuk menggantikan bahan lain yang termasuk pakan basah ( Lubis, 1992).
Noviagama (2002) wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu.
Noviagama (2000) teknologi CCFB sangat potensial untuk usaha efisiensi limbah pertanian dan peningkatan daya guna hasil samping agroindustri termasuk sisa pengolahan dengan biaya rendah dan dapat dihunakan untuk memenuhi kebutuhan  ruminansia saat mengalami kekurangan pakan yang terjadi akibat banjir dan musim kemarau.
Agus (2000) UMB adalah adalah pakan tambahan( suplemen) untuk ternak ruminansia, yang berbentuk padat, kaya akan zat-zat makanan, terbuat dari bahan utama yang berupa molasses atau tetes tebu sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen ( protein), bahan-bahan pengisi dan penyerap air tetes tebu.
Nursita (2005) kerapatan wafer ransum komplit dapat mempengaruhi palatabilitas ternak. Pakan atau wafer yang terlalu keras dngan kerapatan yang tinggi akan menyebabkan sulitnya ternak dalam mengkonsumsi wafer secara langsung sehingga perlu ditambahkan air pada saat akan diberikan dan ternak pada umumnya menyukai pakan atau wafer dengan kerapatan yang rendah.
Teknologi fermentasi adalah suatu teknik penyimpanan substrat dengan penanaman mikroorganisme dan penambahan mineral dalam substrat, dimana diinkubasi dalam waktu dan suhu tertentu. Penggunaan teknologi fermentasi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan substrat padat dalam wadah yang disebut fermentor. Pada proses teknologi fermentasi, mikroorganisme dibutuhkan sebagai penghasil enzim untuk memecah serat kasar (Purwadaria et al., 1998) dan untuk meningkatkan kadar protein (Pasaribu et al., 1998).
Syamsu et al (2003) salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari produk asalnya salah satunya dengan mengolah hijauan segar menjadi biskuit dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun,sehingga dapat mengatasi kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau.
Syananta (2009) kerapatan bahan baku sangat tergantung pada besarnya kempa yang diberikan selama proses pembutan.
Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat badan pada sapi (Weinberg et al., 2004).  
  


BAB III
MATERI DAN METODA


3.1. Waktu Dan Tempat
Praktikum Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan ini dilaksanakan pada hari jumat dari bulan oktober hingga bulan november 2015. praktikum ini dilaksanakan di laboratorium fakultas peternakan Universitas Jambi.

3.2. Materi
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Mineral Blok (LMB) yaitu tepung daun lamtoro, tepung daun gamal, tepung daun ubi kayu, tepung daun sengon 32%, molases 22%, onggok 10%, garam dapur 10%, mineral mix 4%, urea 8%, semen 8%, air 6%,terpal,alat press,triplek,pipa paralon.
Adapun metoda dalam pembuatan wafer pakan ternak sebagai berikut :limbah pertanian dicuci bersih, lalu dicacah, dengan ukuran 3-5 cm. Tujuannya untuk mempercepat proses pengeringan serta memudahkan dalam pencampuran dengan bahan perekat. Limbah pertanian yang sudah dicacah dikeringkan dibawah sinar matahari (+ 24 jam). Leguminosa yang sudah kering kemudian digiling. Limbah pertanian yang sudah kering dicampur dengan bahan perekat dan konsentrat dan diaduk sampai homogen. Campuran yang sudah homogen dimasukkan kedalam cetakan (mall) yang telah disiapkan untuk dipadatkan. Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama 2 minggu. Setelah itu, dimasukkan dalam oven, setelah benar-benar kering, di giling halus untuk dianalisis secara proksimat. Adapun pada praktikum pembuatan wafer adalah pipa paralon, triplex, botol, plastik hitam ukuran 1m, hijauan(limbah sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, sawi,kol sebanyak 2 kg), dedak padi 15 %, jagung halus 14%,bungkil kelapa 14%,urea 1%,molases 8%,premix 1%, minyak sayur 1%, garam 1%dan tapioka 5%.
Adapun alat dan bahan untuk fermentasi dengan tricoderma viride yaitu: tepung kulit kakao, tongkol jagung,klobot jagung,gelas ukur,timbangan,kantong plastik tahan panas, air, autoclave, aluminium oil, kapang tricoderma viride, lilin, squit, kapas.

3.3. Metoda
Cara kerja pembuatan MB yaitu, siapkan semua bahan yang diperlukan. Untuk campuran 1: tepung daun lamtoro dan onggok dicampurkan hingga merata. Campuran 2: mineral mix,urea dan semen dicampur hingga merata, siapkan air sesuai keburuhan tambahkan garam dapur dan aduk hingga larut,air garam ditambahkan ke dalam campuran 1 sedikit demi sedikit diaduk hingga merata kemudian tambahkan molases,setelah itu campurkan adonan ini kedalam campuran 2 dan diaduk merata,adonan siap dicetak menjadi MB. MB dikeringkan pada suhu 60º C selama 24 jam.
Sedangkan cara kerja untuk pembuatan wafer,limbah pertanian dicuci bersih lalu dicacah dengan ukuran 3-5cm. Tujuannya untuk mempercepat proses pengeringan serta mempermudah dalam pencampuran dengan bahan perekat. Limbah pertanian yang sudah dicacah dikeringkan dibawah sinar matahari selama 24 jam. Leguminosa yang sudah kering kemudian digiling. Limbah pertanian yang sudah kering dicampur dengan bahan perekat dan konsentrat lalu diaduk hingga homogen. Campuran yang sudah homogen dimasukkan kedalam cetakan (mall) yang telah disiapkan untuk dipadatkan. Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama 2 minggu. Setelah ibenar-benar kering, digiling halus untuk dianalisis secara proksimat.
Cara kerja pembuatan fermentasi menggunakan kapang Trichoderma viride adalah dengan mempersiapkan bahan yang akan di gunakan, untuk persiapan yang akan diamoniasi memiliki dua perlakuan taitu dengan di giling dan dengan di cacah dengan 3 kali ualangan. Timbang bahan yang akan di gunakan sesuai kebutuhan. Tambahkan air dengan rasio air dan bahan kering 1:1. Ambil sedikit sampel untuk penentuan bahan kering. Bahan di bagi menjadi 3 bagian dan di masukkan ke dalam kantong plastic yang telah diketahui beratnya. Bahan dalam kantong plastic dipanaskan dengan autoclave pada suhu 121°C selama 20 menit. Setelah dingin, bahan diinokulasi dengan 2 cuplikan (diameter 0.5 cm) kapang Trichoderma viride di tutup rapat dengan kapas dan di timbang (penentuan berat awal). Setelah empat minggu bahan dan kantong plastic di timbang kembali (penentuan berat akhir)
Adapun metoda yang digunakan pada penentuan Kadar Air adalah cawan porselen yang telah dicuci bersih, dikeringkan didalam oven selama ± 1 jam pada suhu 1050C. Cawan kemudian didinginkan di dalam eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang (C). Sampel ditimbang sebanyak 0.5 – 1 g (D) dan dimasukkan kedalam cawan porselen. Kemudian cawan dan sampel tersebut dikeringkan dalam oven 1050C selama ± 12 – 16 jam. Cawan dan sampel (E) dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam eksikator selama 10 -20 menit sampai diperoleh berat yang tetap.
Metoda yang digunakan pada penentuan Kadar Abu adalah cawan porselen yang telah dicuci bersih, dikeringkan didalam oven selama ± 1 jam pada suhu 1050C. Cawan kemudian didinginkan di dalam eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang dengan teliti (F). Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 3 g untuk sampel hijauan atau 5 gram untuk konsentrat (G) dan dimasukkan kedalam cawan porselen. Pijarkan sampel yang terdapat dalam cawan porselen diatas pembakar bunsen hingga tak berasap. Selanjutnya bakar cawan porselin berisi sampel dalam tanur bersuhu 600 . Biarkan sampel terbakar selama 4-5 jam atau sampai warna sampel berubah menjadi putih semua. Matikan tombol tanur, lalu biarkan cawan di dalam tanur hingga suhu turun mencapai 120 sebelum dipindahkan kedalam eksikator. Setelah dingin cawan ditimbang dengan teliti (H).
Metoda yang digunakan pada penentuan Serat Kasar adalah Keringkan kertas saring Whatman No. 41 di dalam oven 105selama satu jam dan timbang (O). Timbang dengan teliti 1 g (P) sampel dan masukkan kedalam gelas piala. Tambahkann 50 mL H2SO4 0,3 N dan didihkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, tambahkan dengan cepat 50 mL NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama 30 menit. Cairan disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya didalam corong Buchner yang telah dihubungkan dengan pompa vakum. Kertas saring bersama residu dicuci berturut-turut dengan 50 mL H2O panas, 50 mL H2SO4 0,3 N, 50 mL H2O panas dan aceton. Kertas saring berisi residu dimasukkan kedalam cawan porselen bersih dan kering oven. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven 105 sampai didapat berat yang konstan ± 12–24 jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (Q). Pijarkan sampel dalam cawan hingga tak berasap. Kemudian cawan bersama isinya dimasukkan kedalam tanur 600 selama 3-4 jam. Setelah isi cawan berubah menjadi abu yang berwarna putih, cawan lalu dikeluarkan dari tanur, didinginkan dala eksikator, dan ditimbang (R).





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pembuatan Minaral Blok (LMB)

Pembuaatan mineral blok adalah pakan suplemen tambahan yang bertujuan untuk menyediakan pakan suplemen mineral dan nitrogen yang murah bagi ternak ruminansia. Setelah dilaksanakan praktikum pembuatan Lamtoro mineral blok hasil yang didapat berdasarkan peubah yang diamati adalah:

1. Kondisi fisik
a. Warna
Berdasarkan hasil  praktikum mineral blok yang di buat yaitu menggunakan daun sengon, Warna yang didapati adalah warna hijau kehitaman, hal ini disebabkan oleh pigmen hijau yang berasal dari daun sengon itu sendiri.
b.  Bau
Bardasaran hasil praktikum mmineral blok yang di buat menggunakan daun sengon, terdapat aroma  atau bau yang menyengat.
c.  Tekstur
Bardasaran hasil praktikum mineral blok yang di buat menggunakan daun sengon, teksturnya adalah keras sehingga sulit untuk dihancurkan.
d.             Ketahanan    
Bardasaran hasil praktikum mineral blok yang di buat menggunakan daun sengon, pengujian ketahanan baik.




      Gambar 4.1.1 Mineral blok

Tabel 4.1.1. Hasil Analisis Proksimat MB
Kelompok
%KA
%ASH
% SK
%PK
1.Gamal
16
28
9
37,63
2.Sengon
17
23
8
31,50
3.Lamtoro
17
23
10
35,00
4.Ubi kayu
16
25
11
22,75
5.Gamal
19
24
8
38,50
6.Sengon
18
24
13
31,50
7.Lamtoro
17
26
9
37,63
8.Ubi kayu
13
24
11
25,38
9.Gamal
16
27
7
42,88
10.Sengon
16
26
5
36,75
11.Lamtoro
17
25
9
33,25
12.Ubi kayu
16
28
6
26,25
13.Gamal
13
28
7
40,25





2. Bahan-bahan penyusun MB
Molasses merupakan komponen utama dalam pembuatan MB. Molasses tidak mengandung serat kasar ataupun lemak dan tidak dapat digunakan secara bebas untuk menggantikan bahan lain yang termasuk pakan basah ( Lubis, 1992). Molasses tidak tahan lama dalam penyimpanan karena mudah terjadi asam , sehingga tidak dapat digunakan lagi ( Agus, 2000)
Urea merupakan salah satu contoh non protein nitrogen ( NPN ) yang banyak digunakan di dunia karena disaping harganya murah juga mudah di dapat. Penggunaan urea dianjurkan maksimm 1% dari total ransum atau 3% dari total konsentrat ataau 5 % dari total protein konsentrat ( Kamal, 1999)
Bahan-bahan pengisi. Bahan-bahan in ditambahkan untuk menghasilkan MB yang keras. Bahan-bahan ini diantaranya juga mengandung mineral terutama kalsium yang cukup tinggi, dapat dipakai sebagai bahan pengeras, antara lain : tepung batu kapur, bentonite, semen atau bahan kimia, misalnya MgO, Cao dan CaCO3 ( Agus, 2000).
Bahan pengeras, penambahan ini dimaksudkan untuk menghasilkan UMB yang keras, bahan-bahan ini juga mengandung mineral terutama Calsium (Ca) yang cukup tinggi, bahan pengeras antara lain tepung batu kapur, semen (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990).


3. Manfaat pemberian MB bagi ternak.

Pemberian MB pada ternak ruminansia diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat antara lain:
·  Dapat meningkatkan konsumsi pakan. Kandungan karbohidrat, energi dan mineral yang cukup di dalam MB dapat memacu pertumbuhan mikrobia di dalam rumen ternak yang mengakibatkan ternak lebih mampu mencerna serat kasar. Selanjutnya oleh karena jerami padi atau hijauan berserat kasar tinggi menjadi lebih mudah dicerna, dan waktu tinggal di dalam rumen lebih singkat, maka secara naluri ternak akan menambah konsumsi pakannya.
·  Meningkatkan kecernaan zat-zat makanan. Kandungan urea yang cukup di dalam MB dapat memacu pertumbuhan pertumbuhan mikrobia rumen ternak yang selanjutnya juga meningkatkan kecernaan serat kasar dan meningkatkan suplai asam amino ke usus halus
·  meningkatkan produktifitas ternak. Kaitannya dengan MB yang sebagai bahan yang mampu meningkatkan konsumsi bahan kering pakan basal dan maningkatkan kecernaan zat-zat makanan, sebagai akibatnya adalah akan meningkatkan produkstivitas ternak

UMB (Urea Molases Block)adalah pakan suplemen untuk ternak ruminansia, berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan, terbuat dari bahan utama molase (tetes tebu) sebagai sumber energi, urea sebagai sumber nitrogen (protein), bahan lain seperti garam dapur, ultra mineral, kapur sebagai pelengkap zat-zat makanan, serta bahan pengisi dan penyerap molase seperti dedak, konsentrat. Pakan suplemen ini dapat juga disebut sebagai “permen jilat” untuk ternak atau “permen kambing” (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990). Beberapa manfaat dan keuntungan bagi usaha peternakan ternak ruminansia, yakni antara lain sebagai berikut :
1.  Merupakan sumber protein (non-protein nitrogen)., energy dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh ternak.
2.   Sebagai pakan tambahan (supelemen) bagi ternak yang dikandangkan atau digembalakan.
3.  Dapat meningkatkan kecernaan dam konsumsi zat-zat makanan dari bahan pakan yang berserat tinggi, sehingga produktivitas ternak dapat ditingkatkan.

Penggunaan mineral blok tingkat kekerasan blok sangat tergantung pada komposisinya.  Makin tinggi molasses dan urea makin rendah kepadatannya. Bahan pemadat dan dedak sangat penting untuk menghasilkan produk yang keras.
Tingkat kekerasan blok akan berpengaruh pada kecepatan konsumsi. Jika terlalu lembek konsumsi berlangsung cepat dan bisa membahayakan.  Disisi lain jika terlalu padat menjadikannya sulit dikonsumsi.
Pemberian UMB pada ternak sebaiknya dibuatkan tempat khusus yang memungkinkan ternak menjilatnya tetapi tidak menggesernya. Dengan tingkat kepadatan yang tepat, maka UMB bisa disediakan setiap saat.
Pada ternak yang sudah diberi ransum tinggi protein, pemberian UMB tidak akan memberi dampak positif.  Biasanya blok yang disediakan hanya mengandung mineral saja. Blok dengan berat 5 kg bisa diberikan selama 7-10 hari untuk satu ekor sapi atau kerbau dengan berat badan 350-400 kg. Blok tidak bisa diberikan pada sapi yang berumur kurang dari 6 bulan.


4.2 Wafer berbasis limbah untuk pakan ternak

Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari produk asalnya salah satunya dengan mengolah hijauan segar menjadi biskuit pakan. Pengolahan hijauan segar menjadi biskuit dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga dapat mengatasi kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau (Syamsu et al, 2003).
Wafer merupakan salah satu bentuk pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu (Noviagama, 2002). Teknologi CCFB sangat potensial untuk usaha efisiensi limbah pertanian dan peningkatan daya guna hasil samping agroindustri termasuk sisa pengolahan  dengan biaya rendah dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ruminansia saat mengalami kekurangan pakan yang terjadi akibat banjir dan musim kemarau (Noviagama, 2002).
Wafer merupakan salah satu bentuk pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dengan alat kusus, berbahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Stevent (1981).
Bentuk wafer yang padat dan cukup ringkas diharapkan dapat:
(1)   meningkatkan palatabilitas ternak karena bentuknya yang padat,
(2)   memudahkan dalam penanganan, pengawetan, penyimpanan, transportasi, dan penanganan hijauan lainnya,
(3)   memberikan nilai tambah karena selain memanfaatkan limbah hijauan, juga dapat memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan, dan
(4)   menggunakan teknologi sederhana dengan energi yang relatif rendah    

Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel.
Proses pembuatan wafer dibutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan.
Wafer pada umumnya memiliki warna lebih gelap dibanding warna asal, hal tersebut disebabkan oleh adanya proses browning secara non enzimatis yaitu
karamelisasi dan reaksi Maillard. Karamelisasi terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan sampai seluruh air menguap. Jika pemanasan dilanjutkan, maka cairan yang ada bukan terdiri dari air, tetapi merupakan cairan sukrosa yang lebur. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.
Keuntungan wafer ransum komplit adalah :
(1) kualitas nutrisi lengkap,
(2) mempunyai bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum, tapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan,               
(3) tidak mudah rusak oleh factor biologis karena mempuyai kadar air kurang dari
      14%,
(4) ketersediaannya berkesinambungan karena sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan dimana hasil-hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah,
(5) memudahkan dalam penanganan karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi.
Kualitas roti sapi (Wafer) tergantung dari bentuk fisik, tekstur, warna, aroma dan kerapatan :
1.      Bentukfisik       
Roti sapi (Wafer) yang terbentuk padat dan kompak sangat menguntungkan, karena mempermudah dalaam penyimpanan dan penanganan
2.      Tekstur
Tekstur menentukan mudah tidaknya menjadi lunak dan mempertahankan bentuk fisik serta kerenyahan
3.      Warna
Hasil reaksi karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer menyebabkan roti sapi berwarna coklat.
4.      Aroma
Hasil reaksi maillard mengeluarkan bau dan aroma khas karamel
5.      Kerapatan
Semakin tinggi kerapatan nya roti sapi akan semakin baik, karena pertambahan airnya semakin rendah.

Tabel 4.2.1  . Hasil Pengamatan Wafer
Sample
Warna
Bau
Tekstur
Kerapatan
Kontrol
Kuning kecoklatan
Harum
Kasar, keras
Baik
Ulangan I
Kuning kecoklatan
Harum
Kasar, keras
Baik
Ulangan II
Kuning kecoklatan
Harum
Kasar, keras
Baik
Ulangan III
Kuning kecoklatan
Harum
Kasar, keras
Baik









Gambar 4.2.1. Pembuatan Wafer

Menurut (Nursita, 2005), Kerapatan wafer ransum komplit dapat mempengaruhi palatabilitas ternak. Pakan atau wafer yang terlalu keras dengan kerapatan yang tinggi akan menyebabkan sulitnya ternak dalam mengkonsumsi wafer secara langsung sehingga perlu ditambahkan air pada saat akan diberikan dan ternak pada umumnya menyukai pakan atau wafer dengan kerapatan yang rendah. (Syananta, 2009) menuturkan bahwa Kerapatan bahan baku sangat tergantung pada besarnya kempa yang diberikan selama proses pembuatan. (Furqaanida, 2004) berpendapat bahwa kerapatan menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang dihasilkan dan menunjukkan kepadatan wafer ransum komplit dalam teknik pembuatannya.











Tabel 4.2.2. Hasil Analisis Proksimat Wafer
 
Kelompok
% ASH
% SK
% PK
1.Klobot jagung
6
11
14,00
2.Limbah kol
7
7
16,63
3.Limbah sawi
9
9
13,13
4.Limbah kangkung
7
7
15,75
5.Limbah sawi
11
11
12,25
6.limbaah bayam
7
12
11,38
7.Limbah kol
9
8
15,75
8.Limbah sawi
9
7
13,13
9.limbah kangkung
8
11
14,88
10.Limbah Bayam
6
11
12,25
11.Klobot jagung
7
12
14,88
12.Limbah kol
8
11
17,50
13.Limbah sawi
8
8
14,00


4.3 Fermentasi Dengan Tricoderma viride

   Teknologi fermentasi adalah suatu teknik penyimpanan substrat dengan penanaman mikroorganisme dan penambahan mineral dalam substrat, dimana diinkubasi dalam waktu dan suhu tertentu. Penggunaan teknologi fermentasi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan substrat padat dalam wadah yang disebut fermentor. Pada proses teknologi fermentasi, mikroorganisme dibutuhkan sebagai penghasil enzim untuk memecah serat kasar (Purwadaria et al., 1998) dan untuk meningkatkan kadar protein (Pasaribu et al., 1998).
    Fermentasi adalah suatu proses anaerob (tanpa membutuhkan udara) dengan memanfaatkan campuran beberapa bakteri seperti mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik   dan lipolitik (Gunawan dan Muhamad, 2009). Nista et al. (2007) menambahkan bahwa kandungan air dalam proses fermentasi sangat penting karena berfungsi untuk menunjang siklus hidup mikroba baik dalam keadaan anaerobmaupun aerob.
   Kondisi fisik pada fermentasi kulit kakao dengan menggunakan kapang Tricoderma viride yaitu teksturnya padat berwarna hitam dan berbau coklat. kemudian setelah 4 minggu fermentasi berlangsung pada sampel terlihat kapang Tricoderma viride yang tumbuh.










Gambar 4.3.1 Fermentasi tepung kulit kakao dengan kapang tricoderma viride













Tabel 4.3.1 Hasil analisis Proksimat dan Van Soest Fermentasi kulit Kakao
Kelompok
% PK
% ADF
% NDF
% SK
% hemiselulosa
1.Klobot jagung cacah
5,25
54,00
82,00
26,00
28,00
2.Klobot jagung giling
7,00
52,00
84,00
20,00
32,00
3.Tongkol Jagung cacah
4,38
40,00
82,00
42,00
42,00
4.tongkol jagung giling
6,13
36,00
84,00
39,00
48,00
5.kulit kakao cacah
7,88
56,00
78,00
39,00
22,00
6kulit kakao giling
8,75
54,00
80,00
38,00
26,00
7klobot jagung cacah
5,25
50,00
80,00
23,00
30,00
8.Klobot jagung giling
4,38
54,00
86,00
22,00
32,00
9.Tongkol jagung cacah
6,13
38,00
78,00
43,00
40,00
10.tongkol jagung giling
6,13
34,00
80,00
39,00
46,00
11.kulit kakao cacah
8,75
52,00
76,00
38,00
24,00
12.kulit kakao giling
7,88
54,00
78,00
38,00
24,00
13.klobot jagung cacah
4,38
56,00
84,00
21,00
28,00

Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat badan pada sapi (Weinberg et al., 2004).  























BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembuatan MB pada praktikum teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan adalah salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak adalah pemanfaatan limbah untuk pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan yang mempunyai kualitas lebih baik dari produk asalnya salah satunya dengan mengolah hijauan segar menjadi biskuit pakan (wafer). Pengolahan hijauan segar menjadi wafer dimaksudkan  untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga dapat mengatasi kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau. Banyak sekali keuntungan yang bisa diperoleh apabila melakukan alternatif dari praktikum ini,akan tetapi tidak terlepas dari kelemahannya pula. Hasil yang diperoleh kurang akurat,hal ini disebabkan perlakuan pada saat analisis.

5.2 Saran

Pada saat praktikum berlangsung untuk para praktikan agar dapat lebih meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akan cepat selesai dan menggunakan peralatan laboratorium dengan hati-hati dan teliti sehingga dapat digunakan lagi untuk masa yang akan datang dan juga sebaiknya, praktikan harus memperhatikan saat asdos menerangkan agar mudah memahami apa yang disampaikan. Praktikan harus menjaga ketenangan pada saat praktikum berlangsung, agar suasana praktikum jadi nyaman. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua.


DAFTAR PUSTAKA


Coleman and Lawrence.2000. Chemical Engineering Handbooks, Me. Graw Hill,New York

Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jayusmar. 2000. Pengaruh Wafer Ransum Komplit Limbah Tebu dan Penyimpanan terhadap Kualitas Sifat Fisik. Bogor: IPB.

Lubis, A.V. 1992. Perkebunan Kelapa Sawit ( Elais gueneensis JACK) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat Bandur Kuala. SUMUT.

Nista et al. 2007. Trichoderma viridae, the dark green parasitic mold and maker of fungaldigested jeans. http ://botit. botany.wisc. edu/toms_fungi/ nov2004.html.
Noviagama.2000. Teknologi pakan hijauan. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak. Hand out. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Nursita. 2005. Sifat fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba dengan menggunakan kulit singkong. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pasaribu et al., 1998, Expression and characterization of chitin binding domain of chitinase A1 from Bacillus circulans WL- 12, J. Bacteriol. 182(11): 3045 – 3054.
Purwadaria et al., 1998. Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gunawan dan Muhamad, 2009. Fermantation. In: G.T. TSAO (Ed.) Annual Reports on Fermentation Processes. Vol 5. Academic Press, New York.

Syamsu, J. A., K. Mudikjo, & E. G. Sa’id. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1): 30-37.
Syananta, F. P. 2009. Uji sifat fisik wafer limbah sayuran pasar dan palatabilitasnya pada ternak domba. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Weinberg et al., 2004. Food and Beverage Mycology. Department of Food Science Agricultural Experiment Station. University of Georgia.







iv
LAMPIRAN

 sampel fermentasi kulit kakao
 Pembuatan wafer dengan limbah bayam
Kertas saring di oven                                     
Analisis protein kasar                  Analisis Serat kasar

Rumus ang digunakan dalam perhitungan analisis proksimat dan Van soest, yaitu:

Kadar Air,%  = ( C+D)-E/D X 100 %

Bahan Kering,  % = 100% - Kadar Air %
Ket : C = Berat Cawan (Oven)
D = Berat Sampel
E = Berat Cawan + Sampel

Kadar abu, % = H-F/G X 100%
Keterangan :
H = Berat cawan + sampel (tanur)
F = Berat cawan (oven)
G = berat sampel

Serat Kasar, % = Q-R-O/P X 100 %
Keterangan :
Q = Berat Cawan + Sampel (Oven)
R = Berat Cawan + Sampel (Tanur)
O = Berat Kertas Whatman
P = Berat Sampel

ADF % & NDF %  = H-O-F/Px 100%
Ket : H = Berat Cawan + Gelas timbang (Oven)
F = Berat Gelas Timbang
O = Berat Kertas Whatman
P = Berat Sampel













Tidak ada komentar:

Posting Komentar