LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PAKAN TERNAK
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena karena berkat rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan semester praktikum Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakandengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan ini, sehingga laporan ini dapat terselasaikan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam pembuatan laporan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua
Jambi, Desember 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ iii
DAFTAR TABEL................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 6
BAB III MATERI DAN METODA..................................................... 9
3.1 Waktu dan Tempat.................................................................... 9
3.2 Materi........................................................................................ 9
3.3 Metoda...................................................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................... 13
4.1 Mineral Blok............................................................................ 13
4.2 Pembuatan Warfer berbasis Limbah...................................... 17
4.3 Fermentasi Kulit Kakao dengan Tricoderma viride............... 21
BAB V PENUTUP................................................................................. 25
5.1 Kesimpulan............................................................................. 25
5.2 Saran....................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
LAMPIRAN............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1.1 Mineral blok.......................................................................... 14
Gambar 4.2.1. Pembuatan Wafer................................................................. 20
Gambar 4.3.1 Fermentasi tepung kulit kakao dengan Tricoderma viride.... 22
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1.1. Hasil Analisis Proksimat MB.................................................. 14
Tabel 4.2.1. Hasil Pengamatan Wafer......................................................... 19
Tabel 4.2.2. Hasil Analisis Proksimat Wafer.............................................. 21
Tabel 4.3.1. Hasil analisis Proksimat dan Van Soest Fermentasi kulit
Kakao........................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Teknologi pakan ternak (ruminansia)
meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan, yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas nutrisi pakan, meningkatkan daya cerna hewan ternak, dan dapat
memperpanjang daya simpan bahan pakan tanpa harus mengurangi mutu secara
berarti. Dilain pihak pengembangan teknologi pakan dari hijauan atau limbah
pertanian secara aktif telah memberikan sumbangan nyata terhadap penurunan
potensi limbah pertanian yang terbuang. Pengetahuan tentang bahan-bahan pakan
dan pakan yang telah siap dikonsumsi oleh ternak, masih terpaku pada
pengadaan dan proses, namun belum lebih jauh pada mutu dari kandungan
nutrisinya.
Hijaun dalam bidang peternakan
sangat dibutuhkan dapat dikatakan bahwa kebutuhan untuk ternak ruminansia
itu muklak. Dibidang peternakan dalam hal ini sangat dibutuhkan dalam
pengembangan peternakan yang modern dan berkompeten untuk bersaing dalam
mencukupi kebutuhan daging sesuai dengan visi Indonesia swsembada daging 2015.
Dalam upaya
peningkatan produksi ternak harus seiring dengan peningkatan kualitas pakan
hijauan. Karena pakan hijauan dapat juga berfungsi sebagai Bulk dan
juga sebagai sumber karbohidrat,protein,vitamin dan mineral.Untuk menjaga agar
ketersediaan akan hijauan pakan ternak jangan sampai kekurangan maka salah satu
alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan hijauan yang tumbuh
secara alami.Pada sumber hijauan makanan ternak sesuai dengan kapasitas tampung
terhadap jumlah ternak,disamping itu perlu adanya pembuatan kebun rumput yang
menyediakan berbagai jenis hijauan yang berkualitas tinggi demi ketersediaan
sumber hijauan yang mencukupi.
Hijauan
makanan ternak merupkan kelompok tanaman yang unggul dan berkualitas, sebagai
kebutuhan utama makanan ternak yang mengandungan nutrient (gizi-gizi) yang
lebih efisien dan bermanfaat terhadap ternak. Hijauan makanan ternak berasal
daripada 2 bagaian komunitas besar yaitu kelompok rumput-rumputan (Graminae)
dan kacang-kacangan (Leguminosa). Dalam penentuan keberadaan hijauan
makanan ternak terdapat pengaruh besar yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan
dan perkembangan daripada produktifitasnya yaitu system penanamannya. Hingga
saat ini banyak para ahli ingin menngusahakan system penanaman hijauan makanan
ternak yang lebih unggul dan efisien serta tidak mengandung unsur genetik yang
rendah sebagai penyedia hijauan makanan ternak yang terbaik.
Jumlah bahan pakan hijauan yang
relatif terbatas pada musim kemarau dibanding pada musim penghujan dan kualias
bahan pakan hijauan dari hasil sisa pertanian yang kualitasnya rendah (tinggi
kandungan serat kasar), maka diperlukan bahan pakan suplementasi yang dapat
memperbaiki kondisi tersebut, sehingga ternak dapat memanfaatkan bahan pakan
secara optimal untuk pertumbuhannya. Salah satu bahan pakan suplemen yang dapat
diberikan kepada ternak dengan harga yang relatif terjangkau adalah UMB ( urea
molasses block).
Urea molasses block (UMB)
atau yang sering disebut peternak sebagai permen sapimerupakan
bahan pakan tambahan yang mengandung nutrien yang tinggi dan mudah dicerna,
berbentuk blok padat yang diberikan kepada ternak ruminansia yang biasanya
ternak mengkonsumsinya sedikit demi sedikit dengan cara dijilati oleh ternak,
pemberian UMB dimaksudkan untuk memberikan suplementasi kepada ternak
rumniansia sehingga dapat memberikan asupan nurtien yang lebih baik kepada
ternak terutama kepada ternak yang mengkonsumsi pakan basal hijaunan yang
mengandung nurien yang rendah namun tinggi serat kasarnya. Menurut Agus (2000)
UMB adalah adalah pakan tambahan( suplemen) untuk ternak ruminansia, yang
berbentuk padat, kaya akan zat-zat makanan, terbuat dari bahan utama yang
berupa molasses atau tetes tebu sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai
sumber nitrogen ( protein), bahan-bahan pengisi dan penyerap air tetes tebu.
Wafer merupakan salah
satu bentuk pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dari bahan konsentrat
dan hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Wafer pakan
merupakan pakan alternatif sebagai pakan cadangan pengganti dari pakan hijauan
bagi trnak ruminansia. Banyak pakan alternatif sebagai pengganti hijauan pada
musim kering, tetapi wafer sayuran ini merupakan inovasi terbaru dalam
pemanfaatan limbah pertanian yang berupa sampah sayur di pasar sebagai pakan
ternak kambing, apabila dibiarkan akan mencemari lingkungan maka terdapat ide
untuk memanfaatkan sampah menjadi keuntungan yaitu wafer limbah sayuran.
kandungan sayur kaya akan serat. Dengan penerapan
teknologi pengolahan pakan seperti pencacahn rumput dan
atau limbah pertanian yang diolah menjadi wafer dapat meningkatkan
kualitas dan palatabilitas serta mempermudah pengangukan . Wafer merupakan
salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga
kontinuitas ketersediaan pakan, terutama pada musim kemarau.
Pakan mempunyai peranan yang sangat
penting didalam kehidupan ternak. Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan
biaya terbesar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan
sistem produksi peternakan umumnya terletak pada ketidakpastian tatalaksana
pakan dan kesehatan. Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada
suatu daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi
yang normal. Hal ini antara lain dapat diatasi bila potensi pertanian/industri
maupun limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi
suatu yang berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Asalkan
kita tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya serta tahu teknologi yang
tepat pula untuk mengelolanya, agar lebih bermanfaat. Kendala utama dari
pemanfaatan rumput dan atau limbah pertanian antara lain adalah pengangkutan,
karena pada umumnya rumput atau limbah pertanian membutuhkan tempat yang luas
untuk setiap satuan beratnya. Dengan penerapan teknologi pengolahan pakan
seperti pencacahan rumput dan atau limbah pertanian yang diolah menjadi Roti
/Wafer dan Burger untuk ternak dapat meningkatkan kualitas dan palatabilitas
serta mempermudah pengangkutan. Wafer Pakan (Feed Wafer) Roti/Wafer
pakan merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan
diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan ternak, terutama pada
musim kemarau.
Pakan ternak merupakan
kebutuhan primer dalam dunia usaha ternak secara intensif dimana biaya pakan
dapat mencapai 70 % dari total biaya produksi. Di Indonesia kebutuhan akan
pakan masih mengandalkan produk impor sehingga jumlah impor pada setiap
tahunnya terus mengalami peningkatan. Di pihak lain, indonesia memiliki bahan
pakan lokal yang melimpah namun belum lazim digunakan. Salah satu diantaranya
adalah lumpur sawit. Beberapa penelitian mengatakan bahwa lumpur sawit dapat
digunakan sebagai pakan untuk ternak, namun kandungan serat kasar yang tinggi
serta kecernaan gizi yang rendah, sehingga penggunaanya masih sangat terbatas.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan bahan pakan ini adalah
melakukan proses fermentasi. Proses fermentasi dapat meningkatakan kadar
protein, asam amino serta menurunkan kadar serat lumpur sawit.
Pemanfaatan
limbah pertanian sebagai pakan alternatif adalah
salah satu solusi untuk menanggulagi kekurangan
pakan ternak . Dengan diversifikasi pemanfaatan produk samping
(by-product) yang sering dianggap sebagai limbah
(waste) dari limbah pertanian dan perkebunan menjadi pakan dapat
mendorong perkembangan agribisnis ternak secara integratif
dalam suatu sistem produksi terpadu dengan
pola pertanian dan perkebunan melalui daur
ulang biomas yang ramah lingkungan. (Samadi,
Yunasri Usmandan Mira Delima.,2010 ).Limbah pertanian terdiri dari aneka ragam
jenis, dapat berupa limbah industri perkebunan seperti lumpur sawit, bungkil
inti sawit, bungkil kelapa, limbah kakao atau limbah industri kecil seperti
onggok, ampas sagu, ampas ubi, ampas tahu, dan lain-lain.
Pada ternak ruminansia
umumnya limbah yang melimpah ini dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan
ternak tetapi tidak pada unggas. Kadar protein, daya cerna dan asam amino yang
rendah serta serat kasar yang tinggi (hutagalung, 1978; yeong, 1982;
Zamora et al.,1989) biasanya menjadi faktor pembatas dalam
penggunaannya sebagai pakan unggas. Untuk menurunkan serat kasar dan
meningkatkan nilai nutrisi pada limbah pertanian dibutuhkan suatu proses yang
dapat mencakup proses fisik, kimiawi, maupun biologis antara lain teknologi
fermentasi.
Teknologi
fermentasi adalah proses penyimpanan substrat dalam keadaan anaerob dengan
menambahkan mineral, menanamkan mikroba di dalamnya, dilanjutkan dengan
inkubasi pada suhu dan waktu tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
gizi terutama kadar protein dan menurunkan kadar serat. Penggunaan teknologi
fermentasi untuk meningkatkan nilai gizi limbah pertanian sebagai sumber pakan
alternatif dapat membantu pemecahan masalah kekurangan bahan pakan unggas dan
permasalahan limbah yang tidak termanfaatkan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun
tujuan dan manfaat dari praktikum Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan
yaitu: pada pembuatan mineral blok untuk menyediakan pakan suplemen mineral dan
nitrogen yang murah bagi ternak ruminansia. Tujuan diadakanya praktikum wafer
adalah untuk mengurangi keambaan pakan dengan memanfaatkan
limbah dan diharpak dapat menjaga
kontinuitas ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau. Tujuan diadakannya praktikum fermentasi adalah untuk meningkatkan
nilai gizi limbah pakan
sebagai sumber pakan alternatif dapat membantu pemecahan masalah kekurangan
bahan pakan ternak dan
permasalahan limbah yang tidak termanfaatkan menggunakan kapang Trichoderma viride
BAB II
TINJAUAN PUSTAAKA
Coleman and lawrence (2000)
menjelaskan tentang keuntungan pakan olahan adalah 1) mningkatkan densitas
pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan
biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan. 2) densitas yang
tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer. 3)
mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pakan sehingga
konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar.
Coleman and Lawrance (2000)
menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain
adalah 1)pemberian kepada ternak harus disesuaikan dengan kebutuhan agar ternak
tidak mengalami kelebihan berat badan maupun gangguan pencernaan. 2) gudang
penyimpanan wafer memerlukan area dan penanganan khusus untuk menghindari
kelembapan udara. 3)pengolahan bahan pakan menjadi wafer membutuhkan biaya
tambahan yang akan mempengaruhi biaya produksi.
Furqaanida (2004)kerapatan
menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang dihasilkan dan
menunjukkan kepadatan wafer ransum komplit dalam teknik pembuatannya.
Fermentasi adalah suatu
proses anaerob (tanpa membutuhkan udara) dengan memanfaatkan campuran
beberapa bakteri seperti mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik
dan lipolitik (Gunawan dan Muhamad, 2009). Nista et al. (2007)
menambahkan bahwa kandungan air dalam proses fermentasi sangat penting karena
berfungsi untuk menunjang siklus hidup mikroba baik dalam keadaan anaerobmaupun aerob.
Kandungan air dalam jerami dalam proses fermentasi agar menghasilkan hasil yang
optimal adalah 60.
Jayusmar (2000). Wafer ransum
komplit adalah suatu produk pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan
sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disimpan
berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami
pemadatan.
Lalitya (2004) ransum komplit yang
terdiri dari campuran hijauan dan konsentrat dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pakan karena ternak tidak dapat memilih antara pakan hijauan dan
konsentrat. Berdasarkan hal tersebut diharapkan dapat tercukupi nutrisinya.
Molasses merupakan komponen utama
dalam pembuatan UMB. Molasses tidak mengandung serat kasar ataupun lemak dan
tidak dapat digunakan secara bebas untuk menggantikan bahan lain yang termasuk
pakan basah ( Lubis, 1992).
Noviagama (2002) wafer adalah salah
satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses
pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu
tertentu.
Noviagama (2000) teknologi CCFB
sangat potensial untuk usaha efisiensi limbah pertanian dan peningkatan daya
guna hasil samping agroindustri termasuk sisa pengolahan dengan biaya rendah
dan dapat dihunakan untuk memenuhi kebutuhan ruminansia saat
mengalami kekurangan pakan yang terjadi akibat banjir dan musim kemarau.
Agus (2000) UMB adalah adalah pakan
tambahan( suplemen) untuk ternak ruminansia, yang berbentuk padat, kaya akan
zat-zat makanan, terbuat dari bahan utama yang berupa molasses atau tetes tebu
sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen ( protein),
bahan-bahan pengisi dan penyerap air tetes tebu.
Nursita (2005) kerapatan wafer
ransum komplit dapat mempengaruhi palatabilitas ternak. Pakan atau wafer yang
terlalu keras dngan kerapatan yang tinggi akan menyebabkan sulitnya ternak
dalam mengkonsumsi wafer secara langsung sehingga perlu ditambahkan air pada
saat akan diberikan dan ternak pada umumnya menyukai pakan atau wafer dengan
kerapatan yang rendah.
Teknologi fermentasi
adalah suatu teknik penyimpanan substrat dengan penanaman mikroorganisme dan
penambahan mineral dalam substrat, dimana diinkubasi dalam waktu dan suhu
tertentu. Penggunaan teknologi fermentasi pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan substrat padat dalam wadah yang disebut fermentor. Pada proses
teknologi fermentasi, mikroorganisme dibutuhkan sebagai penghasil enzim untuk
memecah serat kasar (Purwadaria et al., 1998) dan untuk meningkatkan kadar
protein (Pasaribu et al., 1998).
Syamsu et al (2003) salah satu cara
untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak adalah pemanfaatan limbah
pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah
pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan yang mempunyai kualitas yang
lebih baik dari produk asalnya salah satunya dengan mengolah hijauan segar
menjadi biskuit dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah pertanian
agar dapat digunakan sepanjang tahun,sehingga dapat mengatasi kelangkaan
hijauan pakan pada musim kemarau.
Syananta (2009) kerapatan bahan baku
sangat tergantung pada besarnya kempa yang diberikan selama proses pembutan.
Selama proses
fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet
sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam
laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat
dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan
fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat
(BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam
laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan
asam, enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai
probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak
dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat
badan pada sapi (Weinberg et al., 2004).
BAB III
MATERI DAN METODA
3.1. Waktu Dan Tempat
Praktikum Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan ini
dilaksanakan pada hari jumat dari bulan oktober hingga bulan november 2015. praktikum ini dilaksanakan di laboratorium fakultas peternakan
Universitas Jambi.
3.2. Materi
Alat dan bahan yang digunakan pada
praktikum Mineral Blok (LMB) yaitu tepung daun lamtoro, tepung daun gamal,
tepung daun ubi kayu, tepung daun sengon 32%, molases 22%, onggok 10%, garam
dapur 10%, mineral mix 4%, urea 8%, semen 8%, air 6%,terpal,alat
press,triplek,pipa paralon.
Adapun metoda
dalam pembuatan wafer pakan ternak sebagai berikut :limbah
pertanian dicuci bersih, lalu dicacah, dengan ukuran 3-5 cm. Tujuannya untuk
mempercepat proses pengeringan serta memudahkan dalam pencampuran dengan bahan
perekat. Limbah pertanian yang sudah dicacah dikeringkan dibawah sinar matahari
(+ 24 jam). Leguminosa yang sudah kering kemudian digiling. Limbah pertanian
yang sudah kering dicampur dengan bahan perekat dan konsentrat dan diaduk
sampai homogen. Campuran yang sudah homogen dimasukkan kedalam cetakan (mall)
yang telah disiapkan untuk dipadatkan. Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan
dibiarkan selama 2 minggu. Setelah itu, dimasukkan dalam oven, setelah
benar-benar kering, di giling halus untuk
dianalisis secara proksimat. Adapun pada praktikum pembuatan
wafer adalah pipa paralon, triplex, botol, plastik hitam ukuran 1m,
hijauan(limbah sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, sawi,kol sebanyak 2 kg),
dedak padi 15 %, jagung halus 14%,bungkil kelapa 14%,urea 1%,molases 8%,premix
1%, minyak sayur 1%, garam 1%dan tapioka 5%.
Adapun alat dan bahan untuk
fermentasi dengan tricoderma viride yaitu: tepung kulit kakao, tongkol
jagung,klobot jagung,gelas ukur,timbangan,kantong plastik tahan panas, air, autoclave, aluminium
oil, kapang
tricoderma viride, lilin, squit, kapas.
3.3. Metoda
Cara kerja pembuatan MB yaitu,
siapkan semua bahan yang diperlukan. Untuk campuran 1: tepung daun lamtoro dan
onggok dicampurkan hingga merata. Campuran 2: mineral mix,urea dan semen
dicampur hingga merata, siapkan air sesuai keburuhan tambahkan garam dapur dan
aduk hingga larut,air garam ditambahkan ke dalam campuran 1 sedikit demi
sedikit diaduk hingga merata kemudian tambahkan molases,setelah itu campurkan
adonan ini kedalam campuran 2 dan diaduk merata,adonan siap dicetak menjadi MB.
MB dikeringkan pada suhu 60º C selama 24 jam.
Sedangkan cara kerja untuk pembuatan
wafer,limbah pertanian dicuci bersih lalu dicacah dengan ukuran 3-5cm.
Tujuannya untuk mempercepat proses pengeringan serta mempermudah dalam
pencampuran dengan bahan perekat. Limbah pertanian yang sudah dicacah
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 24 jam. Leguminosa yang sudah kering
kemudian digiling. Limbah pertanian yang sudah kering dicampur dengan bahan
perekat dan konsentrat lalu diaduk hingga homogen. Campuran yang sudah homogen dimasukkan
kedalam cetakan (mall) yang telah disiapkan untuk dipadatkan. Kemudian
dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama 2 minggu. Setelah ibenar-benar
kering, digiling halus untuk dianalisis secara proksimat.
Cara kerja
pembuatan fermentasi menggunakan kapang Trichoderma viride adalah dengan
mempersiapkan bahan yang akan di gunakan, untuk persiapan yang akan diamoniasi
memiliki dua perlakuan taitu dengan di giling dan dengan di cacah dengan 3 kali
ualangan. Timbang bahan yang akan di gunakan sesuai kebutuhan. Tambahkan air
dengan rasio air dan bahan kering 1:1. Ambil sedikit sampel untuk penentuan
bahan kering. Bahan di bagi menjadi 3 bagian dan di masukkan ke dalam kantong
plastic yang telah diketahui beratnya. Bahan dalam kantong plastic dipanaskan dengan
autoclave pada suhu 121°C selama 20 menit. Setelah dingin, bahan diinokulasi
dengan 2 cuplikan (diameter 0.5 cm) kapang Trichoderma
viride di tutup rapat dengan kapas dan di timbang (penentuan berat awal).
Setelah empat minggu bahan dan kantong plastic di timbang kembali (penentuan
berat akhir)
Adapun metoda yang digunakan pada
penentuan Kadar Air adalah cawan porselen yang telah dicuci bersih,
dikeringkan didalam oven selama ± 1 jam pada suhu 1050C. Cawan
kemudian didinginkan di dalam eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang (C).
Sampel ditimbang sebanyak 0.5 – 1 g (D) dan dimasukkan kedalam cawan porselen.
Kemudian cawan dan sampel tersebut dikeringkan dalam oven 1050C
selama ± 12 – 16 jam. Cawan dan sampel (E) dikeluarkan dari oven dan didinginkan
dalam eksikator selama 10 -20 menit sampai diperoleh berat yang tetap.
Metoda yang digunakan pada
penentuan Kadar Abu adalah cawan porselen yang telah dicuci bersih,
dikeringkan didalam oven selama ± 1 jam pada suhu 1050C. Cawan
kemudian didinginkan di dalam eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang
dengan teliti (F). Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 3 g untuk sampel
hijauan atau 5 gram untuk konsentrat (G) dan dimasukkan kedalam cawan porselen.
Pijarkan sampel yang terdapat dalam cawan porselen diatas pembakar bunsen
hingga tak berasap. Selanjutnya bakar cawan porselin berisi sampel dalam tanur
bersuhu 600
. Biarkan sampel terbakar selama 4-5 jam atau sampai warna
sampel berubah menjadi putih semua. Matikan tombol tanur, lalu biarkan cawan di
dalam tanur hingga suhu turun mencapai 120 sebelum dipindahkan kedalam
eksikator. Setelah dingin cawan ditimbang dengan teliti (H).
Metoda yang digunakan pada
penentuan Serat Kasar adalah Keringkan kertas saring Whatman No. 41
di dalam oven 105selama satu jam dan timbang (O). Timbang dengan teliti 1 g (P)
sampel dan masukkan kedalam gelas piala. Tambahkann 50 mL H2SO4 0,3
N dan didihkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, tambahkan dengan cepat 50 mL
NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama 30 menit. Cairan disaring melalui kertas
saring yang telah diketahui beratnya didalam corong Buchner yang telah
dihubungkan dengan pompa vakum. Kertas saring bersama residu dicuci
berturut-turut dengan 50 mL H2O panas, 50 mL H2SO4 0,3
N, 50 mL H2O panas dan aceton. Kertas saring berisi residu
dimasukkan kedalam cawan porselen bersih dan kering oven. Cawan berisi sampel
dikeringkan dalam oven 105 sampai didapat berat yang konstan ±
12–24 jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (Q). Pijarkan sampel dalam
cawan hingga tak berasap. Kemudian cawan bersama isinya dimasukkan kedalam
tanur 600 selama 3-4 jam. Setelah isi cawan berubah menjadi abu yang
berwarna putih, cawan lalu dikeluarkan dari tanur, didinginkan dala eksikator,
dan ditimbang (R).
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Minaral Blok (LMB)
Pembuaatan mineral blok adalah pakan
suplemen tambahan yang bertujuan untuk menyediakan pakan suplemen mineral dan
nitrogen yang murah bagi ternak ruminansia. Setelah dilaksanakan praktikum
pembuatan Lamtoro mineral blok hasil yang didapat berdasarkan peubah yang
diamati adalah:
1. Kondisi fisik
a. Warna
Berdasarkan
hasil praktikum mineral blok yang di buat yaitu menggunakan daun
sengon, Warna yang didapati adalah warna hijau kehitaman, hal ini disebabkan
oleh pigmen hijau yang berasal dari daun sengon itu sendiri.
b. Bau
Bardasaran hasil praktikum mmineral
blok yang di buat menggunakan daun sengon, terdapat aroma atau bau
yang menyengat.
c. Tekstur
Bardasaran hasil praktikum mineral
blok yang di buat menggunakan daun sengon, teksturnya adalah keras sehingga
sulit untuk dihancurkan.
d. Ketahanan
Bardasaran hasil praktikum mineral
blok yang di buat menggunakan daun sengon, pengujian ketahanan baik.
Gambar 4.1.1 Mineral blok
Tabel 4.1.1. Hasil Analisis
Proksimat MB
Kelompok
|
%KA
|
%ASH
|
% SK
|
%PK
|
1.Gamal
|
16
|
28
|
9
|
37,63
|
2.Sengon
|
17
|
23
|
8
|
31,50
|
3.Lamtoro
|
17
|
23
|
10
|
35,00
|
4.Ubi kayu
|
16
|
25
|
11
|
22,75
|
5.Gamal
|
19
|
24
|
8
|
38,50
|
6.Sengon
|
18
|
24
|
13
|
31,50
|
7.Lamtoro
|
17
|
26
|
9
|
37,63
|
8.Ubi kayu
|
13
|
24
|
11
|
25,38
|
9.Gamal
|
16
|
27
|
7
|
42,88
|
10.Sengon
|
16
|
26
|
5
|
36,75
|
11.Lamtoro
|
17
|
25
|
9
|
33,25
|
12.Ubi kayu
|
16
|
28
|
6
|
26,25
|
13.Gamal
|
13
|
28
|
7
|
40,25
|
2. Bahan-bahan penyusun MB
Molasses merupakan
komponen utama dalam pembuatan MB. Molasses tidak mengandung serat kasar
ataupun lemak dan tidak dapat digunakan secara bebas untuk menggantikan bahan
lain yang termasuk pakan basah ( Lubis, 1992). Molasses tidak tahan lama dalam
penyimpanan karena mudah terjadi asam , sehingga tidak dapat digunakan lagi (
Agus, 2000)
Urea merupakan salah satu contoh non
protein nitrogen ( NPN ) yang banyak digunakan di dunia karena disaping
harganya murah juga mudah di dapat. Penggunaan urea dianjurkan maksimm 1% dari
total ransum atau 3% dari total konsentrat ataau 5 % dari total protein
konsentrat ( Kamal, 1999)
Bahan-bahan
pengisi.
Bahan-bahan in ditambahkan untuk menghasilkan MB yang keras. Bahan-bahan ini
diantaranya juga mengandung mineral terutama kalsium yang cukup tinggi, dapat
dipakai sebagai bahan pengeras, antara lain : tepung batu kapur, bentonite,
semen atau bahan kimia, misalnya MgO, Cao dan CaCO3 ( Agus, 2000).
Bahan pengeras, penambahan ini
dimaksudkan untuk menghasilkan UMB yang keras, bahan-bahan ini juga mengandung
mineral terutama Calsium (Ca) yang cukup tinggi, bahan pengeras antara lain
tepung batu kapur, semen (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990).
3. Manfaat pemberian MB bagi ternak.
Pemberian MB pada ternak ruminansia
diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat antara lain:
·
Dapat meningkatkan konsumsi
pakan. Kandungan
karbohidrat, energi dan mineral yang cukup di dalam MB dapat memacu pertumbuhan
mikrobia di dalam rumen ternak yang mengakibatkan ternak lebih mampu mencerna serat
kasar. Selanjutnya oleh karena jerami padi atau hijauan berserat kasar tinggi
menjadi lebih mudah dicerna, dan waktu tinggal di dalam rumen lebih singkat,
maka secara naluri ternak akan menambah konsumsi pakannya.
·
Meningkatkan kecernaan
zat-zat makanan. Kandungan urea yang cukup di dalam MB dapat
memacu pertumbuhan pertumbuhan mikrobia rumen ternak yang selanjutnya juga
meningkatkan kecernaan serat kasar dan meningkatkan suplai asam amino ke usus
halus
·
meningkatkan produktifitas
ternak. Kaitannya
dengan MB yang sebagai bahan yang mampu meningkatkan konsumsi bahan kering
pakan basal dan maningkatkan kecernaan zat-zat makanan, sebagai akibatnya
adalah akan meningkatkan produkstivitas ternak
UMB (Urea Molases Block)adalah pakan
suplemen untuk ternak ruminansia, berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat
makanan, terbuat dari bahan utama molase (tetes tebu) sebagai sumber energi,
urea sebagai sumber nitrogen (protein), bahan lain seperti garam dapur, ultra
mineral, kapur sebagai pelengkap zat-zat makanan, serta bahan pengisi dan
penyerap molase seperti dedak, konsentrat. Pakan suplemen ini dapat juga
disebut sebagai “permen jilat” untuk ternak atau “permen kambing” (Dinas
Peternakan Kabupaten Brebes, 1990). Beberapa manfaat dan keuntungan bagi usaha
peternakan ternak ruminansia, yakni antara lain sebagai berikut :
1. Merupakan sumber
protein (non-protein nitrogen)., energy dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh
ternak.
2. Sebagai pakan
tambahan (supelemen) bagi ternak yang dikandangkan atau digembalakan.
3. Dapat meningkatkan
kecernaan dam konsumsi zat-zat makanan dari bahan pakan yang berserat tinggi,
sehingga produktivitas ternak dapat ditingkatkan.
Penggunaan mineral blok tingkat kekerasan blok sangat tergantung pada komposisinya. Makin
tinggi molasses dan urea makin rendah kepadatannya. Bahan pemadat dan dedak
sangat penting untuk menghasilkan produk yang keras.
Tingkat
kekerasan blok akan berpengaruh pada kecepatan konsumsi. Jika terlalu lembek
konsumsi berlangsung cepat dan bisa membahayakan. Disisi lain jika
terlalu padat menjadikannya sulit dikonsumsi.
Pemberian
UMB pada ternak sebaiknya dibuatkan tempat khusus yang memungkinkan ternak
menjilatnya tetapi tidak menggesernya. Dengan tingkat kepadatan yang tepat,
maka UMB bisa disediakan setiap saat.
Pada ternak
yang sudah diberi ransum tinggi protein, pemberian UMB tidak akan memberi
dampak positif. Biasanya blok yang disediakan hanya mengandung
mineral saja. Blok dengan berat 5 kg bisa diberikan selama 7-10 hari untuk satu
ekor sapi atau kerbau dengan berat badan 350-400 kg. Blok tidak bisa diberikan
pada sapi yang berumur kurang dari 6 bulan.
4.2
Wafer berbasis limbah untuk pakan ternak
Salah satu cara untuk mengatasi
kekurangan hijauan pakan ternak adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan
dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat
menghasilkan produk pakan yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari produk
asalnya salah satunya dengan mengolah hijauan segar menjadi biskuit pakan.
Pengolahan hijauan segar menjadi biskuit dimaksudkan untuk memaksimalkan
pemanfaatan limbah pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga
dapat mengatasi kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau (Syamsu et al,
2003).
Wafer merupakan salah satu bentuk
pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan
dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Wafer adalah salah
satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses
pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu
tertentu (Noviagama, 2002). Teknologi CCFB sangat potensial untuk usaha
efisiensi limbah pertanian dan peningkatan daya guna hasil samping agroindustri
termasuk sisa pengolahan dengan biaya rendah dan dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan ruminansia saat mengalami kekurangan pakan yang
terjadi akibat banjir dan musim kemarau (Noviagama, 2002).
Wafer merupakan salah satu bentuk
pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dengan alat kusus, berbahan
konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan.
Stevent (1981).
Bentuk wafer yang padat dan cukup
ringkas diharapkan dapat:
(1) meningkatkan
palatabilitas ternak karena bentuknya yang padat,
(2) memudahkan
dalam penanganan, pengawetan, penyimpanan, transportasi, dan penanganan hijauan
lainnya,
(3) memberikan
nilai tambah karena selain memanfaatkan limbah hijauan, juga dapat memanfaatkan
limbah pertanian dan perkebunan, dan
(4) menggunakan
teknologi sederhana dengan energi yang relatif rendah
Prinsip pembuatan wafer mengikuti
prinsip pembuatan papan partikel.
Proses pembuatan wafer dibutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan.
Proses pembuatan wafer dibutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan.
Wafer pada umumnya memiliki warna
lebih gelap dibanding warna asal, hal tersebut disebabkan oleh adanya proses
browning secara non enzimatis yaitu
karamelisasi dan reaksi Maillard. Karamelisasi terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan sampai seluruh air menguap. Jika pemanasan dilanjutkan, maka cairan yang ada bukan terdiri dari air, tetapi merupakan cairan sukrosa yang lebur. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.
karamelisasi dan reaksi Maillard. Karamelisasi terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan sampai seluruh air menguap. Jika pemanasan dilanjutkan, maka cairan yang ada bukan terdiri dari air, tetapi merupakan cairan sukrosa yang lebur. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.
Keuntungan wafer ransum komplit
adalah :
(1) kualitas nutrisi lengkap,
(2) mempunyai
bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum,
tapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik
pangan,
(3) tidak mudah rusak oleh factor biologis
karena mempuyai kadar air kurang dari
14%,
(4) ketersediaannya berkesinambungan
karena sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat
mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada
saat musim hujan dimana hasil-hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian
melimpah,
(5) memudahkan dalam penanganan
karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan
transportasi.
Kualitas roti sapi (Wafer)
tergantung dari bentuk fisik, tekstur, warna, aroma dan kerapatan :
1. Bentukfisik
Roti sapi (Wafer) yang terbentuk padat dan kompak sangat menguntungkan, karena mempermudah dalaam penyimpanan dan penanganan
Roti sapi (Wafer) yang terbentuk padat dan kompak sangat menguntungkan, karena mempermudah dalaam penyimpanan dan penanganan
2. Tekstur
Tekstur menentukan mudah tidaknya menjadi lunak dan mempertahankan bentuk fisik serta kerenyahan
Tekstur menentukan mudah tidaknya menjadi lunak dan mempertahankan bentuk fisik serta kerenyahan
3. Warna
Hasil reaksi karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer menyebabkan roti sapi berwarna coklat.
Hasil reaksi karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer menyebabkan roti sapi berwarna coklat.
4. Aroma
Hasil reaksi maillard mengeluarkan bau dan aroma khas karamel
Hasil reaksi maillard mengeluarkan bau dan aroma khas karamel
5. Kerapatan
Semakin tinggi kerapatan nya roti sapi akan semakin baik, karena pertambahan airnya semakin rendah.
Semakin tinggi kerapatan nya roti sapi akan semakin baik, karena pertambahan airnya semakin rendah.
Tabel 4.2.1 . Hasil Pengamatan Wafer
Sample
|
Warna
|
Bau
|
Tekstur
|
Kerapatan
|
Kontrol
|
Kuning kecoklatan
|
Harum
|
Kasar, keras
|
Baik
|
Ulangan I
|
Kuning kecoklatan
|
Harum
|
Kasar, keras
|
Baik
|
Ulangan II
|
Kuning kecoklatan
|
Harum
|
Kasar, keras
|
Baik
|
Ulangan III
|
Kuning kecoklatan
|
Harum
|
Kasar, keras
|
Baik
|
Gambar 4.2.1. Pembuatan Wafer
Menurut (Nursita, 2005), Kerapatan
wafer ransum komplit dapat mempengaruhi palatabilitas ternak. Pakan atau wafer
yang terlalu keras dengan kerapatan yang tinggi akan menyebabkan sulitnya
ternak dalam mengkonsumsi wafer secara langsung sehingga perlu ditambahkan air
pada saat akan diberikan dan ternak pada umumnya menyukai pakan atau wafer
dengan kerapatan yang rendah. (Syananta, 2009) menuturkan bahwa Kerapatan bahan
baku sangat tergantung pada besarnya kempa yang diberikan selama proses
pembuatan. (Furqaanida, 2004) berpendapat bahwa kerapatan menentukan bentuk fisik
dari wafer ransum komplit yang dihasilkan dan menunjukkan kepadatan wafer
ransum komplit dalam teknik pembuatannya.
Tabel 4.2.2.
Hasil Analisis Proksimat Wafer
Kelompok
|
% ASH
|
% SK
|
% PK
|
1.Klobot jagung
|
6
|
11
|
14,00
|
2.Limbah kol
|
7
|
7
|
16,63
|
3.Limbah sawi
|
9
|
9
|
13,13
|
4.Limbah kangkung
|
7
|
7
|
15,75
|
5.Limbah sawi
|
11
|
11
|
12,25
|
6.limbaah bayam
|
7
|
12
|
11,38
|
7.Limbah kol
|
9
|
8
|
15,75
|
8.Limbah sawi
|
9
|
7
|
13,13
|
9.limbah kangkung
|
8
|
11
|
14,88
|
10.Limbah Bayam
|
6
|
11
|
12,25
|
11.Klobot jagung
|
7
|
12
|
14,88
|
12.Limbah kol
|
8
|
11
|
17,50
|
13.Limbah sawi
|
8
|
8
|
14,00
|
4.3 Fermentasi
Dengan Tricoderma viride
Teknologi
fermentasi adalah suatu teknik penyimpanan substrat dengan penanaman
mikroorganisme dan penambahan mineral dalam substrat, dimana diinkubasi dalam
waktu dan suhu tertentu. Penggunaan teknologi fermentasi pada umumnya dilakukan
dengan menggunakan substrat padat dalam wadah yang disebut fermentor. Pada
proses teknologi fermentasi, mikroorganisme dibutuhkan sebagai penghasil enzim
untuk memecah serat kasar (Purwadaria et al., 1998) dan untuk meningkatkan
kadar protein (Pasaribu et al., 1998).
Fermentasi adalah suatu proses anaerob (tanpa
membutuhkan udara) dengan memanfaatkan campuran beberapa bakteri seperti
mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik dan lipolitik (Gunawan
dan Muhamad, 2009). Nista et al. (2007) menambahkan bahwa kandungan
air dalam proses fermentasi sangat penting karena berfungsi untuk menunjang
siklus hidup mikroba baik dalam keadaan anaerobmaupun aerob.
Kondisi fisik pada fermentasi kulit kakao dengan menggunakan
kapang Tricoderma viride yaitu teksturnya padat berwarna hitam dan berbau
coklat. kemudian setelah 4 minggu fermentasi berlangsung pada sampel terlihat
kapang Tricoderma viride yang tumbuh.
Gambar 4.3.1 Fermentasi tepung kulit
kakao dengan kapang tricoderma viride
Tabel 4.3.1 Hasil
analisis Proksimat dan Van Soest Fermentasi kulit Kakao
Kelompok
|
% PK
|
% ADF
|
% NDF
|
% SK
|
%
hemiselulosa
|
1.Klobot jagung cacah
|
5,25
|
54,00
|
82,00
|
26,00
|
28,00
|
2.Klobot jagung giling
|
7,00
|
52,00
|
84,00
|
20,00
|
32,00
|
3.Tongkol Jagung cacah
|
4,38
|
40,00
|
82,00
|
42,00
|
42,00
|
4.tongkol jagung giling
|
6,13
|
36,00
|
84,00
|
39,00
|
48,00
|
5.kulit kakao cacah
|
7,88
|
56,00
|
78,00
|
39,00
|
22,00
|
6kulit kakao giling
|
8,75
|
54,00
|
80,00
|
38,00
|
26,00
|
7klobot jagung cacah
|
5,25
|
50,00
|
80,00
|
23,00
|
30,00
|
8.Klobot jagung giling
|
4,38
|
54,00
|
86,00
|
22,00
|
32,00
|
9.Tongkol jagung cacah
|
6,13
|
38,00
|
78,00
|
43,00
|
40,00
|
10.tongkol jagung giling
|
6,13
|
34,00
|
80,00
|
39,00
|
46,00
|
11.kulit kakao cacah
|
8,75
|
52,00
|
76,00
|
38,00
|
24,00
|
12.kulit kakao giling
|
7,88
|
54,00
|
78,00
|
38,00
|
24,00
|
13.klobot jagung cacah
|
4,38
|
56,00
|
84,00
|
21,00
|
28,00
|
Selama proses
fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet
sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam
laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat
dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan
fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat
(BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam
laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan
asam, enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai
probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak
dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat badan
pada sapi (Weinberg et al., 2004).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh
dari pembuatan MB pada praktikum teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan
adalah salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak adalah
pemanfaatan limbah untuk pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan
alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan
yang mempunyai kualitas lebih baik dari produk asalnya salah satunya dengan
mengolah hijauan segar menjadi biskuit pakan (wafer). Pengolahan hijauan segar
menjadi wafer dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah
pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga dapat mengatasi
kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau. Banyak sekali keuntungan yang bisa
diperoleh apabila melakukan alternatif dari praktikum ini,akan tetapi tidak
terlepas dari kelemahannya pula. Hasil yang diperoleh kurang akurat,hal ini
disebabkan perlakuan pada saat analisis.
5.2 Saran
Pada saat praktikum berlangsung
untuk para praktikan agar dapat lebih meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam
praktikum kita akan cepat selesai dan menggunakan peralatan laboratorium dengan
hati-hati dan teliti sehingga dapat digunakan lagi untuk masa yang akan datang
dan juga sebaiknya, praktikan harus memperhatikan saat asdos menerangkan agar
mudah memahami apa yang disampaikan. Praktikan harus menjaga ketenangan pada
saat praktikum berlangsung, agar suasana praktikum jadi nyaman. Semoga laporan
ini bermanfaat untuk semua.
DAFTAR PUSTAKA
Coleman and
Lawrence.2000. Chemical Engineering Handbooks, Me. Graw
Hill,New York
Furqaanida,
N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat ditinjau
dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jayusmar. 2000. Pengaruh
Wafer Ransum Komplit Limbah Tebu dan Penyimpanan terhadap Kualitas Sifat
Fisik. Bogor:
IPB.
Lubis, A.V. 1992. Perkebunan Kelapa
Sawit ( Elais gueneensis JACK) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan
Marihat Bandur Kuala. SUMUT.
Nista et
al. 2007. Trichoderma viridae, the dark green parasitic mold and maker of
fungaldigested jeans. http ://botit. botany.wisc. edu/toms_fungi/ nov2004.html.
Noviagama.2000. Teknologi
pakan hijauan. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak. Hand out. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Nursita.
2005. Sifat fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba dengan
menggunakan kulit singkong. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Pasaribu
et al., 1998, Expression and characterization of chitin binding domain of
chitinase A1 from Bacillus circulans WL- 12, J. Bacteriol. 182(11): 3045 –
3054.
Purwadaria
et al., 1998. Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Gunawan
dan Muhamad, 2009. Fermantation.
In: G.T. TSAO (Ed.) Annual Reports on Fermentation Processes. Vol 5. Academic
Press, New York.
Syamsu, J.
A., K. Mudikjo, & E. G. Sa’id. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai
sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1): 30-37.
Syananta, F.
P. 2009. Uji sifat fisik wafer limbah sayuran pasar dan palatabilitasnya
pada ternak domba. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Weinberg et
al., 2004. Food and Beverage Mycology. Department of Food Science
Agricultural Experiment Station. University of Georgia.
iv
LAMPIRAN
Kertas saring di oven
Analisis protein
kasar Analisis Serat kasar
Rumus ang
digunakan dalam perhitungan analisis proksimat dan Van soest, yaitu:
Kadar
Air,% = ( C+D)-E/D X 100 %
Bahan
Kering, % = 100% - Kadar Air %
Ket : C =
Berat Cawan (Oven)
D = Berat
Sampel
E = Berat
Cawan + Sampel
Kadar abu, %
= H-F/G X 100%
Keterangan :
H = Berat
cawan + sampel (tanur)
F = Berat
cawan (oven)
G = berat
sampel
Serat Kasar,
% = Q-R-O/P X 100 %
Keterangan :
Q = Berat
Cawan + Sampel (Oven)
R = Berat
Cawan + Sampel (Tanur)
O = Berat
Kertas Whatman
P = Berat
Sampel
ADF % &
NDF % = H-O-F/Px 100%
Ket : H = Berat
Cawan + Gelas timbang (Oven)
F = Berat
Gelas Timbang
O = Berat
Kertas Whatman
P = Berat
Sampel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar