MAKALAH
NUTRISI
TERNAK UNGGAS
TINGKAH LAKU MAKAN
PADA AYAM KAMPUNG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan
karuniaNya,sehingga penulis dapat menyusun makalah Nutrisi Ternak
Unggas tentang Tingkah Laku Makan pada
Ayam Kampung
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kebaikan di masa mendatang. Semoga laporan mingguan ini
bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Jambi, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Rumusan
Masalah.......................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat....................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................... 3
..... 2.1. Karakteristik Ayam Kampung.......................................................... 3
..... 2.2. Tingkah laku makan ayam
kampung............................................... 4
BAB III. PENUTUP................................................................................... 7
3.1. Kesimpulan..................................................................................... 7
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang
kehidupannya sudah lekat
dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras), atau ayam sayur. Penampilan ayam
kampung sangat beragam, begitu
pula sifat genetiknya, penyebarannya sangat luas karena populasi ayam buras dijumpai di kota maupun desa. Potensinya patut
dikembangkan untuk meningkatkan
gizi masyarakat dan menaikkan pendapatan keluarga.
Ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi
tinggi karena mampu
menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta cuaca setempat. Ayam kampung
memiliki bentuk badan yang kompak
dan susunan otot yang baik. Bentuk jari kaki tidak begitu panjang, tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam dan sangat kuat
mengais tanah. Ayam kampung
penyebarannya secara merata dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Kondisi yang ada terkait dengan masalah utama dalam
pengembangan ayam kampung adalah
rendahnya produktifitas. Salah satu faktor penyebabnya adalah sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional,
jumlah pakan yang diberikan belum
mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi (Gunawan, 2002; Zakaria, 2004a), terutama sekali pemberian
pakan yang belum memperhitungkan kebutuhan
zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi. Keadaan
tersebut disebabkan karena belum cukupnya informasi mengenai kebutuhan nutrisi untuk ayam kampung.
Peningkatan populasi, produksi dan
efisiensi usaha ayam kampung, perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis (Zakaria, 2004b).
Secara umum, kebutuhan gizi untuk ayam paling tinggi
selama minggu awal (0-8 minggu)
dari kehidupan, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam
jumlah yang seimbang. Faktor lainnya
adalah perbaikan genetik dan peningkatan manajemen pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan
nutrisi pakan (Setioko dan
Iskandar, 2005; Sapuri, 2006).Sampai saat ini standar gizi ransum ayam kampung
yang dipakai di Indonesia
didasarkan rekomendasi Scott et al. (1982) dan NRC (1994). Dalam hal
tersebut dapat dikatakan bahwa ayam kampung memiliki tingkah laku makan yang
berbeda dengan ayam lain.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada tingkah laku
makan ayam kampung yaitu:
1. Bagaimana karakteristik ayam kampung ( Buras)?
2. Bagaimana tingkah laku makan dari ayam kampung?
1.3 Tujuan dan
Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat pada
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis dan tingkah laku makan ayam
kampung( Buras).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Karakteristik
Ayam Kampung
Ayam kampung adalah ayam lokal
Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil dijinakkan.
Akibat dari proses evolusi dan domestikasi, maka terciptalah ayam kampung yang
telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap
penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). Penyebaran
ayam kampung hampir merata di seluruh pelosok tanah air.
Salah satu ciri ayam kampung
adalah sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan
kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya.
Disamping itu badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur
tipe ringan (Rasyaf, 1998).
Candrawati (1999) mendapatkan
kebutuhan hidup pokok ayam kampung 0 – 8 minggu adalah 103.96 kkal/W0.75 dan
kebutuhan protein untuk hidup adalah 4.28 g/W0.75/ hari. Sutama (1991)
menyatakan bahwa ayam kampung pada masa pertumbuhan dapat diberikan pakan yang
mengandung energi termetabolis sebanyak 2700 – 2900 kkal dengan protein lebih
besar atau sama dengan 18%. Ayam buras yang dipelihara secara tradisional di
pedesaan mencapai dewasa kelamin pada umur 6 -7 bulan dengan bobot badan 1.4 –
1.6 kg ( Supraptini, 1985 ). Ayam buras sebagai ayam potong biasanya dipotong
pada umur 4 – 6 bulan. Margawati (1989) melaporkan bahwa berat badan ayam
kampung umur 8 minggu yang dipelihara secara tradisional dan intensif, pada
umur yang sama mencapai 1.435,5 g. Aisjah dan Rahmat (1989) menyatakan
pertambahan bobot badan anak ayam buras yang dipelihara intensif rata rata
373,4 g/hari dan yang dipelihara secara ekstensif adalah 270,67 g/hari.
Rendahnya pertambahan bobot badan pada anak ayam buras yang dipelihara secara
ekstensif, karena kurang terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga menghambat laju
pertumbuhan.
Pertumbuhan ternak dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh
adalah pakan. Hafez dan Dryer (1969) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah hereditas, pakan dan kondisi lingkungan. Penurunan bobot
badan akan terjadi pada ternak pada fase pertumbuhan bila diberikan pakan
dengan kandungan nutrisi yang rendah. Sutardi (1995) menyatakan bahwa ternak
ayam kampung akan dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya
bila mendapat zat zat makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
2.2.
Tingkah Laku Ayam Kampung
Ahli
ethologi secara tradisional telah melakukan studi observasi yang dirancang
untuk memastikan pentingnya evolusi tingkah laku pada hewan. Ethologi kemudian
berkembang pada konsep yang menekankan pemakaian prinsip ethologic pada bidang
manajemen dan kesejahteraan spesies yang penting secara ekonomi, seperti unggas
misalnya. Studi tingkah laku hewan dirancang sedemikian rupa, karena sedemikian
kompleksnya penyebab dan ekspresi tingkah laku pada hewan. Domestikasi hewan
pertanian dan sejenis tergantung pada pengertian terhadap tingkah laku hewan
yang memungkinkan manusia untuk mengeksploitasi tingkah laku tersebut untuk
kepentingan manusia (Hale, 1969, dalam Mench, 1991).
Hewan
bertingkah laku dalam usahanya untuk beradaptasi dengan lingkungan, di mana
faktor genetik dan lingkungan terlibat di dalamnya. Lingkungan sekitar
mendorong hewan bertingkah laku untuk menyesuaikan diri dan bahkan terjadi pula
penyesuaian hereditas. Implikasinya, jenis atau spesies hewan mempengaruhi
reaksi dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Curtis, 1983).
Pola
tingkah laku merupakan perilaku yang terorganisir dengan fungsi tertentu, dapat
berupa aksi tunggal atau aksi berurutan yang terintegrasi dan biasanya muncul
sebagai respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Pola tingkah laku dasar (Basic
Behaviour System) pada unggas terdiri dari 7-9 macam. Tingkah laku dasar
itu adalah : Tingkah laku ingestif adalah perilaku makan dan minum,
tinmgkah laku eliminative (mengeluarkan ekskreta), tingkah laku seksual,
tingkah laku social, tingkah laku care and giving, tingkah laku agonistic
(memepertahankan diri), tingkah laku allelomimetik (menirukan),
tingkah laku shelter seeking (mencari tempat berlindung), tingkah laku investigative
(keingintahuan mengeksplorasi lingkungan), Setiap spesies memiliki
karakteristik tersendiri dalam memasukkan pakan ke dalam yubuhnya. Anak ayam
memilih remahan / crumble saat baru menetas, dan mulai menyukai bentuk pellet
setelah dewasa (Curtis, 1983; Ensminger, 1992).
Curtis
(1983) menyatakan, meski mengalami domestikasi pola tingkah laku unggas tidak
jauh beda dengan dari pola tingkah laku nenek moyangnya. Terlihat jelas pada
perilaku mengais pakan (feed seeking), mematuk matuk bulu (feather
pecking), Ayam mampu belajar dari pengalaman bila dilatih secara tetap dan
berulang kali. Bunyi bunyian tertentu, dapat dipakai sebagai sinyal waktu makan
telah tiba. Pengetahuan dan ketrampilan ini tidak secara otomatis diturunkan
pada generasi berikutnya. Hal yeng perlu mendapat perhatian dalam upaya
domestikasi adalah siklus tingkah laku rutin, tingkah laku sosial dan tingkah
laku genetis.
Hampir
semua tingkah laku adalah adaptif. Tingkah laku memungkinkan hewan untuk
memenuhi tuntutan tingkat tingkat organisasi biologis di bawah organisme
tersebut (system organ, organ-organ, jaringan dan sel) dan untuk menyesuaikan
tingkat tingkat biologis di atas organism tersebut ( kelompo social, spesies,
komunitas, dan ekosistem), dan juga menyesuaikan pada lingkungan ambiennya
(suhu, kelembaban, pengaturan ruang, pakan, air dan lainnya).
Ayam
mempunyai tingkah laku yang lebih baik untuk domestikasi disbanding
hewanpertanian lainnya. Domestikasi adalah proses dimanis di mana hewan secara
kontinyu beradaptasi dengan lingkungan buatan ( Siegel, 1970). Ukuran-ukuran
tingkah laku, fisiologi dan patologi merupakan indikator yang sama pentingya
untuk kesejahteraan dan adaptabilitas.
Keberhasilan
peternakan ayam ditentukan oleh tiga hal yaitu breeding, feeding dan
manajement. Program manajemen di sini adalah masalah yang berkaitan
dengan tatalaksana kandang, pencahayaan, perawatan, pemeliharaan kesehatan,
pemberian pakan, pemasaran, dan lain-lain. Masalah utama pada peternakan ayam
berskala rumah tangga adalah keterbatasan lahan dan kualitas pemeliharaan yang
cenderung mengganggu kualitas kesehatan masyarakat.
Ayam
akan makan pada jam-jam dingin dan tidak makan selama keadaan panas, karena
kebutuhan energi yang lebih tinggi. Proses homeostatis ditandai dengan
perubahan sikap ayam pada suhu tinggi yang cenderung menurunkan konsumsi pakan
namun dikompensasi dengan peningkatan konsumsi minum (Sturkie, 1965).
Hasil penelitian
Sulistyoningsih (2004) dalam thesisnya yang menyatakan, ayam yang dipelihara di
kandang dengan suhu rendah menggunakan waktu lebih banyak untuk makan sebesar
14,94 % daripada kontrol. Temperatur yang panas menyebabkan ayam menggunakan
waktu untuk makan berkurang sebesar 7,79 % dibanding kontrol. North dan Bell (1990),
menyatakan kenaikan suhu tubuh seiring dengan kenaikan suhu lingkungan akan
menyebabkan ayam melakukan penyesuaian untuk menjaga suhu tubuh tetap normal,
yaitu dengan cara mengurangi konsumsi pakan, sehingga dapat menurunkan
pertumbuhan.
Lingkungan
suhu yang panas hewan
akan mengurangi kecepatan metabolisme dengan menurunkan konsumsi pakan.
Penambahan panas dari metabolisme tubuhnya akan menyebabkan hipothamus
merangsang pusat kenyang. Pada kondisi dingin, kegiatan makan akan berlangsung
terus sampai saluran pencernaan penuh sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian
suhu
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku
makan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah mengenai tingkah laku makan ayam
kampung adalah bahwa kenaikan suhu tubuh
seiring dengan kenaikan suhu lingkungan akan menyebabkan ayam melakukan
penyesuaian untuk menjaga suhu tubuh tetap normal, yaitu dengan cara mengurangi
konsumsi pakan, sehingga dapat menurunkan pertumbuhan. Lingkungan suhu yang
panas hewan
akan mengurangi kecepatan metabolisme dengan menurunkan konsumsi pakan. Penambahan
panas dari metabolisme tubuhnya akan menyebabkan hipothamus merangsang pusat
kenyang. Pada kondisi dingin, kegiatan makan akan berlangsung terus sampai
saluran pencernaan penuh sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian suhu
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku
makan.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah,T. dan Rachmat E. 1989. Pengaruh pemberian ransum
starter terhadap pertambahan bobot badan anak ayam buras. Prosiding Seminar
Nasional Tentang Unggas Lokal. Semarang.
Candrawati, D.P.M.A. 1999. “Pendugaan Kebutuhan Energi
dan Protein Ayam Kampung Umur 0-8 minggu” (tesis). Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Gunawan. 2002. “Evaluasi Model Pengembangan Usaha Ternak
Ayam Buras dan Upaya Perbaikannya “. (disertasi). Bogor. Institut Pertanian
Bogor.
Margawati, E.T. 1989. Efisiensi penggunaan ransum oleh
ayam kampung janta dan betina pada periode pertumbuhan. Prosiding Seminar
Nasional tentang Unggas Lokal. 28 Sept. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang.
Hal. 127- 132.
National Research Council. 1984. Nutrients Requairement
of Poultry. Eight Revised Ed. National Academy Press, Washington, D.C.
Rasyaf, M. 1998.
Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya.Jakarta
Sapuri, A. 2006. “Evaluasi Program Intensifikasi
Penagkaran Bibit Ternak Ayam Buras di Kabupaten Pandeglang” (sekripsi). Bogor :
Institut Pertanian Bogor.
Sarwono, B. 1991. Beternak Ayam Buras. Cetakan ke 3.
Penebar Swadaya, Jakarta
Scott, M. L., M.C, Nesheim and R.J.Young. 1982.
Nutritions of The Chickens. Second Ed. M. L. Scott and Associates Ithaca, New
York.
Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil Hasil
Penelitian dan dukungan Teknologi Dalam Pengembangan Ayam Lokal. Prosiding
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Semarang, 25 September
2005. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal. 10 – 19.
Supraptini, M.S. 1985. “Pengkajian Sifat-Sifat Produksi
Ayam Kampung serta Persilangannya dengan Rhode Island Red” (Disertasi) Bogor :
Institut Pertanian Bogor.
Sutama, S.I.N. 1991. “Pengaruh Berbagai Tingkat Energi
dan Protein terhadap Performans Ayam kampung”. (tesis), Bogor. Instituti
Pertanian Bogor
Sutardi,T. 1995. Landasan Ilmu Nutrisi, Jilid I.
Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan , Institut Pertanian Bogor.
Zakaria, S. 2004a. Pengaruh luas kandang terhadap
produksi dan kualitas telur ayam buras yang dipelihara dengan system litter.
Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1); 1-11.
Zakaria, S. 2004b. Performans ayam buras fase dara yang
dipelihara secara intensif dan semi intensif dengan tingkat kepadatan kandang
yang berbeda. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak. 5 (1): 41 – 51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar