Minggu, 23 September 2018

MAKALAH NUTRISI TERNAK UNGGAS TINGKAH LAKU MAKAN PADA AYAM KAMPUNG


MAKALAH
NUTRISI TERNAK UNGGAS
TINGKAH LAKU MAKAN PADA AYAM KAMPUNG




KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNya,sehingga penulis dapat menyusun makalah Nutrisi Ternak Unggas tentang Tingkah Laku Makan pada Ayam Kampung
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan di masa mendatang. Semoga laporan mingguan ini bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


Jambi,  Oktober  2016
Penulis




DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................              i
DAFTAR ISI...............................................................................................             ii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................             1
 1.1. Latar Belakang...............................................................................             1
       1.2. Rumusan Masalah..........................................................................             2
       1.3. Tujuan dan Manfaat.......................................................................             2
BAB II. PEMBAHASAN ..........................................................................             3
..... 2.1. Karakteristik Ayam Kampung..........................................................           3
..... 2.2. Tingkah laku makan ayam  kampung...............................................            4
BAB III. PENUTUP...................................................................................             7
3.1. Kesimpulan.....................................................................................             7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................              



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah lekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras), atau ayam sayur. Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitu pula sifat genetiknya, penyebarannya sangat luas karena populasi ayam buras dijumpai di kota maupun desa. Potensinya patut dikembangkan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan menaikkan pendapatan keluarga.
Ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta cuaca setempat. Ayam kampung memiliki bentuk badan yang kompak dan susunan otot yang baik. Bentuk jari kaki tidak begitu panjang, tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam dan sangat kuat mengais tanah. Ayam kampung penyebarannya secara merata dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Kondisi yang ada terkait dengan masalah utama dalam pengembangan ayam kampung adalah rendahnya produktifitas. Salah satu faktor penyebabnya adalah sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang diberikan belum mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi (Gunawan, 2002; Zakaria, 2004a), terutama sekali pemberian pakan yang belum memperhitungkan kebutuhan zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi. Keadaan tersebut disebabkan karena belum cukupnya informasi mengenai kebutuhan nutrisi untuk ayam kampung. Peningkatan populasi, produksi dan efisiensi usaha ayam kampung, perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis (Zakaria, 2004b).
Secara umum, kebutuhan gizi untuk ayam paling tinggi selama minggu awal (0-8 minggu) dari kehidupan, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Faktor lainnya adalah perbaikan genetik dan peningkatan manajemen pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan nutrisi pakan (Setioko dan Iskandar, 2005; Sapuri, 2006).Sampai saat ini standar gizi ransum ayam kampung yang dipakai di Indonesia didasarkan rekomendasi Scott et al. (1982) dan NRC (1994). Dalam hal tersebut dapat dikatakan bahwa ayam kampung memiliki tingkah laku makan yang berbeda dengan ayam lain.


1.2  Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada tingkah laku makan ayam kampung  yaitu:
1.      Bagaimana karakteristik ayam kampung ( Buras)?
2.      Bagaimana tingkah laku makan dari ayam kampung?

1.3  Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat pada pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis dan tingkah laku makan ayam kampung( Buras).






BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Karakteristik Ayam Kampung
Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi, maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). Penyebaran ayam kampung hampir merata di seluruh pelosok tanah air.
Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998).
Candrawati (1999) mendapatkan kebutuhan hidup pokok ayam kampung 0 – 8 minggu adalah 103.96 kkal/W0.75 dan kebutuhan protein untuk hidup adalah 4.28 g/W0.75/ hari. Sutama (1991) menyatakan bahwa ayam kampung pada masa pertumbuhan dapat diberikan pakan yang mengandung energi termetabolis sebanyak 2700 – 2900 kkal dengan protein lebih besar atau sama dengan 18%. Ayam buras yang dipelihara secara tradisional di pedesaan mencapai dewasa kelamin pada umur 6 -7 bulan dengan bobot badan 1.4 – 1.6 kg ( Supraptini, 1985 ). Ayam buras sebagai ayam potong biasanya dipotong pada umur 4 – 6 bulan. Margawati (1989) melaporkan bahwa berat badan ayam kampung umur 8 minggu yang dipelihara secara tradisional dan intensif, pada umur yang sama mencapai 1.435,5 g. Aisjah dan Rahmat (1989) menyatakan pertambahan bobot badan anak ayam buras yang dipelihara intensif rata rata 373,4 g/hari dan yang dipelihara secara ekstensif adalah 270,67 g/hari. Rendahnya pertambahan bobot badan pada anak ayam buras yang dipelihara secara ekstensif, karena kurang terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga menghambat laju pertumbuhan.
Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah pakan. Hafez dan Dryer (1969) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah hereditas, pakan dan kondisi lingkungan. Penurunan bobot badan akan terjadi pada ternak pada fase pertumbuhan bila diberikan pakan dengan kandungan nutrisi yang rendah. Sutardi (1995) menyatakan bahwa ternak ayam kampung akan dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya bila mendapat zat zat makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.

2.2.            Tingkah Laku Ayam Kampung

Ahli ethologi secara tradisional telah melakukan studi observasi yang dirancang untuk memastikan pentingnya evolusi tingkah laku pada hewan. Ethologi kemudian berkembang pada konsep yang menekankan pemakaian prinsip ethologic pada bidang manajemen dan kesejahteraan spesies yang penting secara ekonomi, seperti unggas misalnya. Studi tingkah laku hewan dirancang sedemikian rupa, karena sedemikian kompleksnya penyebab dan ekspresi tingkah laku pada hewan. Domestikasi hewan pertanian dan sejenis tergantung pada pengertian terhadap tingkah laku hewan yang memungkinkan manusia untuk mengeksploitasi tingkah laku tersebut untuk kepentingan manusia (Hale, 1969, dalam Mench, 1991).
Hewan bertingkah laku dalam usahanya untuk beradaptasi dengan lingkungan, di mana faktor genetik dan lingkungan terlibat di dalamnya. Lingkungan sekitar mendorong hewan bertingkah laku untuk menyesuaikan diri dan bahkan terjadi pula penyesuaian hereditas. Implikasinya, jenis atau spesies hewan mempengaruhi reaksi dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Curtis, 1983).
Pola tingkah laku merupakan perilaku yang terorganisir dengan fungsi tertentu, dapat berupa aksi tunggal atau aksi berurutan yang terintegrasi dan biasanya muncul sebagai respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Pola tingkah laku dasar (Basic Behaviour System) pada unggas terdiri dari 7-9 macam. Tingkah laku dasar itu adalah : Tingkah laku ingestif adalah perilaku makan dan minum, tinmgkah laku eliminative (mengeluarkan ekskreta), tingkah laku seksual, tingkah laku social, tingkah laku care and giving, tingkah laku agonistic (memepertahankan diri), tingkah laku allelomimetik (menirukan), tingkah laku shelter seeking (mencari tempat berlindung), tingkah laku investigative (keingintahuan mengeksplorasi lingkungan), Setiap spesies memiliki karakteristik tersendiri dalam memasukkan pakan ke dalam yubuhnya. Anak ayam memilih remahan / crumble saat baru menetas, dan mulai menyukai bentuk pellet setelah dewasa (Curtis, 1983; Ensminger, 1992).
Curtis (1983) menyatakan, meski mengalami domestikasi pola tingkah laku unggas tidak jauh beda dengan dari pola tingkah laku nenek moyangnya. Terlihat jelas pada perilaku mengais pakan (feed seeking), mematuk matuk bulu (feather pecking), Ayam mampu belajar dari pengalaman bila dilatih secara tetap dan berulang kali. Bunyi bunyian tertentu, dapat dipakai sebagai sinyal waktu makan telah tiba. Pengetahuan dan ketrampilan ini tidak secara otomatis diturunkan pada generasi berikutnya. Hal yeng perlu mendapat perhatian dalam upaya domestikasi adalah siklus tingkah laku rutin, tingkah laku sosial dan tingkah laku genetis.  
Hampir semua tingkah laku adalah adaptif. Tingkah laku memungkinkan hewan untuk memenuhi tuntutan tingkat tingkat organisasi biologis di bawah organisme tersebut (system organ, organ-organ, jaringan dan sel) dan untuk menyesuaikan tingkat tingkat biologis di atas organism tersebut ( kelompo social, spesies, komunitas, dan ekosistem), dan juga menyesuaikan pada lingkungan ambiennya (suhu, kelembaban, pengaturan ruang, pakan, air dan lainnya).
Ayam mempunyai tingkah laku yang lebih baik untuk domestikasi disbanding hewanpertanian lainnya. Domestikasi adalah proses dimanis di mana hewan secara kontinyu beradaptasi dengan lingkungan buatan ( Siegel, 1970). Ukuran-ukuran tingkah laku, fisiologi dan patologi merupakan indikator yang sama pentingya untuk kesejahteraan dan adaptabilitas.  
Keberhasilan peternakan ayam ditentukan oleh tiga hal yaitu breeding, feeding dan manajement. Program manajemen di sini adalah masalah yang berkaitan dengan tatalaksana kandang, pencahayaan, perawatan, pemeliharaan kesehatan, pemberian pakan, pemasaran, dan lain-lain. Masalah utama pada peternakan ayam berskala rumah tangga adalah keterbatasan lahan dan kualitas pemeliharaan yang cenderung mengganggu kualitas kesehatan masyarakat.
Ayam akan makan pada jam-jam dingin dan tidak makan selama keadaan panas, karena kebutuhan energi yang lebih tinggi. Proses homeostatis ditandai dengan perubahan sikap ayam pada suhu tinggi yang cenderung menurunkan konsumsi pakan namun dikompensasi dengan peningkatan konsumsi minum (Sturkie, 1965).
Hasil penelitian Sulistyoningsih (2004) dalam thesisnya yang menyatakan, ayam yang dipelihara di kandang dengan suhu rendah menggunakan waktu lebih banyak untuk makan sebesar 14,94 % daripada kontrol. Temperatur yang panas menyebabkan ayam menggunakan waktu untuk makan berkurang sebesar 7,79 % dibanding kontrol. North dan Bell (1990), menyatakan kenaikan suhu tubuh seiring dengan kenaikan suhu lingkungan akan menyebabkan ayam melakukan penyesuaian untuk menjaga suhu tubuh tetap normal, yaitu dengan cara mengurangi konsumsi pakan, sehingga dapat menurunkan pertumbuhan.
Lingkungan suhu yang panas hewan akan mengurangi kecepatan metabolisme dengan menurunkan konsumsi pakan. Penambahan panas dari metabolisme tubuhnya akan menyebabkan hipothamus merangsang pusat kenyang. Pada kondisi dingin, kegiatan makan akan berlangsung terus sampai saluran pencernaan penuh sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian suhu berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku makan.







BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah mengenai tingkah laku makan ayam kampung adalah bahwa kenaikan suhu tubuh seiring dengan kenaikan suhu lingkungan akan menyebabkan ayam melakukan penyesuaian untuk menjaga suhu tubuh tetap normal, yaitu dengan cara mengurangi konsumsi pakan, sehingga dapat menurunkan pertumbuhan. Lingkungan suhu yang panas hewan akan mengurangi kecepatan metabolisme dengan menurunkan konsumsi pakan. Penambahan panas dari metabolisme tubuhnya akan menyebabkan hipothamus merangsang pusat kenyang. Pada kondisi dingin, kegiatan makan akan berlangsung terus sampai saluran pencernaan penuh sesuai dengan kapasitasnya.  Dengan demikian suhu berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku makan.


DAFTAR PUSTAKA
Aisyah,T. dan Rachmat E. 1989. Pengaruh pemberian ransum starter terhadap pertambahan bobot badan anak ayam buras. Prosiding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal. Semarang.
Candrawati, D.P.M.A. 1999. “Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ayam Kampung Umur 0-8 minggu” (tesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Gunawan. 2002. “Evaluasi Model Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras dan Upaya Perbaikannya “. (disertasi). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Margawati, E.T. 1989. Efisiensi penggunaan ransum oleh ayam kampung janta dan betina pada periode pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional tentang Unggas Lokal. 28 Sept. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang. Hal. 127- 132.
National Research Council. 1984. Nutrients Requairement of Poultry. Eight Revised Ed. National Academy Press, Washington, D.C.
Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya.Jakarta
Sapuri, A. 2006. “Evaluasi Program Intensifikasi Penagkaran Bibit Ternak Ayam Buras di Kabupaten Pandeglang” (sekripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sarwono, B. 1991. Beternak Ayam Buras. Cetakan ke 3. Penebar Swadaya, Jakarta
Scott, M. L., M.C, Nesheim and R.J.Young. 1982. Nutritions of The Chickens. Second Ed. M. L. Scott and Associates Ithaca, New York.
Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil Hasil Penelitian dan dukungan Teknologi Dalam Pengembangan Ayam Lokal. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Semarang, 25 September 2005. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal. 10 – 19.
Supraptini, M.S. 1985. “Pengkajian Sifat-Sifat Produksi Ayam Kampung serta Persilangannya dengan Rhode Island Red” (Disertasi) Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sutama, S.I.N. 1991. “Pengaruh Berbagai Tingkat Energi dan Protein terhadap Performans Ayam kampung”. (tesis), Bogor. Instituti Pertanian Bogor
Sutardi,T. 1995. Landasan Ilmu Nutrisi, Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan , Institut Pertanian Bogor.
Zakaria, S. 2004a. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur ayam buras yang dipelihara dengan system litter. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1); 1-11.
Zakaria, S. 2004b. Performans ayam buras fase dara yang dipelihara secara intensif dan semi intensif dengan tingkat kepadatan kandang yang berbeda. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak. 5 (1): 41 – 51.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar